Tampilkan postingan dengan label Kisah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah. Tampilkan semua postingan

Buku Hikmah Kisah-Kisah Dalam Al-Quran Set

Judul : Hikmah Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an Set
Penulis : Dr. Abdul Karim Zaidan
Harga : Rp 300.000
Berat : 3.000 gr

Kisah-kisah dalam Al-Qur’an adalah sebenar-benarnya kisah dan kisah-kisah terbaik. Di dalamnya mengandung nilai sastra yang sangat tinggi, makna yang sempurna, serta sangat besar hikmah dan manfaatnya. Kisah-kisah itu hadir dengan membawa pengaruhnya yang sangat kuat untuk memperbaiki hati, amal dan akhlak. Sebagaimana ditunjukan dalam firman-Nya,

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (QS.Yusuf:3)

Banyak sekali hikmah dibalik kisah-kisah di dalam Al-Qur’an tersebut, di antaranya: Penjelasan tentang kebijaksanaan dan kemahaadilan Allah, Penjelasan tentang karunia Allah terhadap orang-orang yang beriman, Hiburan bagi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam atas penderitaan yang beliau alami karena gangguan orang-orang yang mendustakan beliau, Motivasi bagi kaum mukminin agar istiqamah di atas keimanan, Ancaman bagi orang-orang kafir atas kekafirannya, dan sebagai bukti atas kebenaran risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Buku ini menampilkan kisah-kisah para nabi dan rasul beserta kaumnya sejak Adam hingga Isa Alaihi Sallam. Begitu juga beberapa individu atau kelompok terhadap berbagai peristiwa yang mereka alami, seperti kisah Luqman Hakim, Ashabul Qaryah, Dzul Qarnain, Qarun, Ashabul Kahfi, pasukan gajah, Ashabul Ukhdud, dan kisah-kisah lainnya. Penulis menggunakan sistematika tematik ayat dalam menyajikan kisah-kisahnya sehingga uraiannya tersaji runtut dengan tetap terjaga keotentikannya. Selain itu, pelajaran dan hikmah yang disajikan sebagai penutup setiap kisah memudahkan pembaca dalam mengambil suri tauladan yang ada sekaligus menjadi kekuatan buku ini.

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS.Yusuf:111)

Kisah Nabi Daniel 'Alaihissallam

Abul ‘Aliyah rahimahullah menceritakan:”Ketika kami menaklukan kota Tustar (salah satu kota di Persia), kami mendapati di antara kekayaan istana Hurmuzan sebuah tempat tidur yang di atasnya ada jenazah seorang laki-laki yang di atas kepalanya ada Mushaf. Lalu, kami mengambil Mushaf itu dan membawanya ke hadapan ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu. Lalu ‘Umar radhiyallahu 'anhu memanggil Ka’b dan menyuruhnya untuk menyalinnya kedalam bahasa Arab. Dan akulah orang Arab pertama yang membaca Mushaf tersebut, aku membacanya seperti aku membaca al-Qur’an.”

Maka aku (perawi) berkata kepada Abul ‘Aliyah:”Apa yang ada di dalamnya?” Dia menjawab:”(di dalamnya ada) Sejarah kalian, berbagai persoalan kalian, ucapan-ucapan kalian serta apa yang terjadi setelahnya.” Lalu aku bertanya lagi:”Lalu apa yang engkau lakukan terhadap mayat yang kalian temukan tersebut?” Dia menjawab:”Kami menggali lubang kubur pada siang harinya sebanyak tiga belas lubang secara terpisah. Lalu ketika malam tiba kami kuburkan dan kami menyamakan (meratakan) seluruh kuburan tersebut dengan tujuan agar kami menyembunyikannya dari manusia agar mereka tidak menggalinya.”

Aku bertanya kepadanya:”Lalu apa yang mereka harapkan darinya?” Dia berkata:”Jika mereka tertimpa musim kemarau mereka menampakkan tempat tidur tersebut, lalu turunlah hujan.” Aku bertanya lagi:”Engkau kira siapa orang itu?” Dia menjawab:”Seseorang yang disebut-sebut bernama Danial.” “Sejak kapan engkau menemukannya dalam keadaan mati?” Tanyaku. Dia menjawab:”Sejak tiga ratus tahun yang lalu.”

Lalu aku bertanya kepadanya:”Apakah ada yang berubah pada dirinya?” Dia menjawab:”Tidak ada, kecuali beberapa helai rambut dari bagian tengkuknya. Sesunguhnya daging (jasad) para Nabi tidak hancur dilumat oleh Bumi dan juga tidak dimakan oleh binatang buas.”

Sanad hadits ini shahih sampai kepada Abul ‘Aliyah. Akan tetapi, jika tahun wafatnya tercatat dari tiga ratus tahun, maka dia bukan seorang Nabi, melainkan hanya seorang yang shalih. Karena, antara ‘Isa bin Maryam 'alaihissalam dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak ada seorang Nabi pun, berdasarkan nash yang ada dalam shahih al-Bukhari. Dan jarak antara kedua Nabi tersebut(Muhammad dan ‘Isa) adalah empat ratus tahun, ada yang mengatakan enam ratus tahun dan yang mengatakan enam ratus dua puluh tahun. Dan kemungkinan tahun wafatnya (nabi Isa) semenjak delapan ratus tahun, dan ia dekat dengan masa Danial.

Dan Jika keadaan Danial sama seperti kenyataan yang disebutkan (wafat sejak sekitar 300 tahun), maka mungkin ia (mayat itu) orang lain dari kalangan Nabi atau orang shalih. Tetapi dugaan yang paling kuat ia adalah Danial, karena Danial telah ditangkap oleh raja Persia dan tinggal di sana dalam keadaan terpenjara.
Diriwayatkan dengan sanad yang shahih kepada Abul ‘Aliyah:”Bahwa panjang hidungnya satu jengkal.” Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu dengan sanad jayyid bahwa panjang hidungnya satu hasta. Sehingga kemungkinan ia adalah salah seorang dari kalangan Nabi terdahulu sebelum masa-masa ini.

Wallohu A’lam.

Ibnu Abid Dunya, dari Abdurrahman bin Abuz Zanad dari ayahnya, dia bercerita:”Aku pernah melihat di tangan Abi Burdah bin Abu Musa al-Asy’ari radhiyallohu 'anhu terdapat sebuah cincin, yang pada mata cincinya diukir gambar seorang laki-laki diantara dua singa yang sedang menjilati orang tersebut.”

Abu Burdah mengemukakan:”Cincin tersebut adalah milik orang yang sudah menjadi mayat itu, yang penduduk negeri ini mengklaimnya sebagai Danial. Kemudian Abu Musa mengambil cincin itu pada saat pemakamannya.”

Abu Burdah mengatakan:”Kemudian, Abu Musa radhiyallahu 'anhu bertanya kepada ulama negeri tersebut mengenai pelukisan cincin tersebut?” Maka, mereka menjawab:”Sesungguhnya, raja yang Danial berada dalam kekuasaannya pernah didatangi oleh ahli nujum (dukun dan tukang ramal), lalu mereka berkata kepada raja tersebut:”Sesungguhnya, pada malam sekian dan sekian dilahirkan seorang anak laki-laki yang akan merongrong dan menghancurkan kerajaanmu.” Raja itu berkata:”Demi Allah, tidak ada anak kecil laki-laki pada malam tersebut kecuali aku akan membunuhnya.” Hanya saja mereka menangkap Danial, lalu mereka melemparkannya ke dalam kumpulan singa. Dan ternyata singa itu menjilatinya dan tidak membahayakannya. Kemudian, ibunya datang, lalu dia mendapati kedua singa itu menjilatinya. Sehingga dengan demikian, Allah menyelamatkannya melalui hal tersebut.”

Abu Burdah menceritakan, Abu Musa berkata:”Para ulama nergeri tersebut berkata:”Maka, Danial mengukir gambarnya dan gambar kedua singa yang sedang menjilatinya pada mata cincin, agar dia tidak lupa akan nikmat Alloh dalam masalah tersebut.” sanad hadits ini hasan.

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi. Pustaka Imam Syafi’i hal 465-467 dengan sedikit perubahan. www.alsofwah.or.id)

Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr -hafizhahullah- (seri 10)

[dikutip dari buku : "DARI MADINAH HINGGA KE RADIORODJA"

(Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr, hafizhahullah)

Oleh: Abu Abdil Muhsin Firanda]

RENUNGAN


Contoh-contoh teladan yang dibawakan oleh syaikh di atas tidak lain adalah sebagai cambuk bagi kita (khususnya penulis sendiri) yang masih sangat kurang dan jauh dari akhlak para ulama. Terkadang –karena bisikian syaitan- kita merasa akhlak kita sudah baik karena seringnya kita berhusnudzon pada jiwa kita yang sangat lemah ini. Namun jika kita membaca perjalanan hidup para ulama dan menela'ah akhlak mereka nampaklah bahwasanya kita sungguh jauh dan sangat jauh….

Padahal kalau kita perhatikan dakwah Ahlus Sunnah adalah dakwah yang sangat memperhatikan masalah akhlak dan penerapannya terhadap masyarakat disamping memperhatikan masalah aqidah.

Bahkan bukanlah hal yang berlebihan jika kita katakan bahwa dakwah ahlus sunnah adalah dakwah yang menitikberatkan pada aqidah dan akhlaq. Itulah ciri dakwah Nabi, bahkan ciri ini dikenal oleh musuh-musuh Nabi dari kalangan kaum musyrikin.

Tatkala Heroqlius bertemu dengan Abu Sufyan –yang tatkala itu masih dalam musyrik- maka Heroqlius bertanya kepadanya perihal ciri-ciri Nabi. Diantara pertanyaan Heroqlius adalah

مَاذَا يَأْمُرُكُمْ؟ "Apa yang diperintahkan Nabi tersebut kepada kalian?".

Maka Abu Sufyan yang tatkala itu gembong kaum musyrikin berkata,

يَقُولُ اعْبُدُوا اللَّهَ وَحْدَهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَاتْرُكُوا مَا يَقُولُ آبَاؤُكُمْ وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ

"Ia (Muhammad) berkata, "Tauhidkanlah Allah dalam beribadah dan janganlah kalian berbuat kesyirikan apapun bentuknya, dan tinggalkanlah apa yang telah dikatakan oleh nenek moyang kalian", dan dia (Muhammad) memerintahkan kami untuk mengerjakan sholat dan menunaikan zakat dan untuk besikap jujur dan menjaga kehormatan diri serta menyambung silaturahmi" (HR Al-Bukhari no 7)

Demikianlah ternyata dakwah nabi dikenal dikalangan kaum musyrikin sebagai dakwah tauhid dan dakwah akhlaq. Oleh karena itu Abdullah bin Salaam pernah berkata, "

لَمَّا أَنْ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ ، وَانْجَفَلَ النَّاسُ قِبَلَهُ فَقَالُوا : قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجِئْتُ فِى النَّاسِ لأَنْظُرَ إِلَى وَجْهِهِ ، فَلَمَّا أَنْ رَأَيْتُ وَجْهَهُ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ، فَكَانَ أَوَّلُ شَىْءٍ سَمِعْتُ مِنْهُ أَنْ قَالَ :« يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَطْعِمُوا الطَّعَامَ ، وَأَفْشُوا السَّلاَمَ ، وَصِلُوا الأَرْحَامَ ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ».

Tatkala Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam mendatangi kota Madinah dan orang-orangpun segera pergi menyambut beliau dan mereka berkata, "Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam telah datang". Maka akupun mendatangi orang-orang untuk melihat wajah Nabi. Tatkala aku melihat wajahnya maka aku tahu bahwasanya wajah beliau bukanlah wajah pendusta. Dan yang pertama aku dengar dari beliau adalah sabda beliau "Wahai manusia, berilah makan, tebarkanlah salam, sambunglah silaturahmi, dan sholatlah di malam hari tatkala orang-orang dalam keadaan tidur niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh keselamatan" (HR Ibnu Majah no 3251 dan Ahmad 39/201 no 23784 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Lihatlah Nabi membuka dakwahnya di kota Madinah dengan menyeru kepada penerapan akhlaq yang mulia. Oleh karenanya bagaimana dakwah Ahlus sunnah tidak menitik beratkan masalah akhlaq sedangkan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam bersabda

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia" (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 45)

Bahkan barangsiapa yang mengamati dalil-dalil yang mendorong untuk berakhlak mulia maka ia akan kaget dan tidak akan berhenti rasa ta’jubnya karena terlalu banyaknya dalil-dalil tersebut. Dia akan terpukau dan ta’jub dengan ganjaran dan pahala yang diberikan kepada orang yang berakhlak mulia. Diantaranya sabda Nabi shallallahu 'alihi wa sallam

إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ السَّاهِرَ بِاللَّيْلِ الظَّامِىءِ بِالْهَوَاجِرِ

Sesungguhnya seseorang dengan akhlaknya yang mulia mencapai derajat orang yang bergadang (karena sholat malam) dan orang yang kehausan di siang yang panas (karena puasa). (Dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no 794)

Demikian pula sabda beliau

أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ

"Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia" (HR At-Thirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)

Juga sabda beliau

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya diantara mereka”. (HR At-Thirmidzi no 1162 dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Majah no 1987 dari hadits Abdullah bin ‘Amr, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 284)

Juga sabda beliau

مَا مِنْ شَىْءٍ أَثْقَلُ فِى الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

"Tidak ada yang lebih berat di timbangan (kebalikan pada hari qiamat) dari pada akhlaq yang baik" (HR Abu Dawud dan At-Thirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 876)

Juga sabda beliau sebagaimana diriwayatkan dari 'Amr bin Syu'aib dari bapaknya dan dari kakeknya bahwsanya ia mendengar Nabi berkata,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَسَكَتَ الْقَوْمُ فَأَعَادَهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ الْقَوْمُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَحْسَنُكُمْ خُلُقًا

"Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat kelak?".

Maka para sahabatpun terdiam, lalu Nabi mengulangi perkataannya tersebut sebanyak dua kali atau tiga kali. Maka para sahabat menjawab, "Iya ya Rasulullah". Nabipun berkata, "Yang paling baik akhlaqnya diantara kalian" (HR Ahmad 11/347 no 6735 dengan sanad yang hasan)

Nabi juga bersabda

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ يَحْرُمُ عَلَى النَّارِ أَوْ بِمَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ؟ عَلَى كُلِّ قَرِيْبٍ هَيِّنٍ سَهْلٍ

"Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang diharamkan masuk neraka?, atau neraka diharamkan untuknya?. Yaitu diharamkan bagi setiap orang yang dekat (dengan orang lain), ringan (dengan orang lain) dan mudah (berakhlak mulia)" (HR At-Thirmidzi no 2488 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di as-Shahihah no 935, dan lihat penjelasan hadits ini dalam tuhfatul ahwadzi 7/160)

Bahkan terlalu banyak ayat dan hadits yang mengkaitkan antara aqidah dengan akhlaq, karena memang akhlaq merupakan penerapan aqidah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah berkata, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin untuk beribadah kepadaNya dan untuk berbuat baik kepada hamba-hambaNya sebagaimana firman Allah

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦)

sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS An-Nisaa' 36)

Dan ini merupakan perintah untuk berakhlaq yang tinggi (mulia) dan Allah mencintai akhlaq yang mulia dan membenci akhlaq yang buruk" (Majmuu' al-Fataawaa 1/195)

Lihatlah pada ayat di atas Allah menggandengkan antara tauhid dengan akhlaq yang mulia.

Oleh karena Nabi dalam banyak hadits menegaskan bahwa akhlaq yang mulia adalah bukti dari aqidah dan keimanan yang benar. Diantaranya sabda beliau

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia mengganggu tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia berkata yang baik atu diam" (HR Al-Bukhari dan Muslim)

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ

"Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak amanah" (HR Ahmad 19/376 no 12383 dengan sanad yang hasan)

Karena memang tidaklah seseorang menjaga lisannya kecuali karena keyakinannya akan adanya malaikat Allah yang mencatat seluruh amalannya dan akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat kelak. Demikian juga tidaklah seseorang memuliakan tamunya kecuali karena imannya yang kuat bahwa Allah akan membalas kebaikannya. Demikian pula tidaklah seseorang menjaga amanah kecuali karena imannya yang kuat dan keyakinannya bahwa Allah akan meminta pertanggungjawabannya pada hari kimat kelak.

Sebaliknya jika ada orang yang bicaranya ceplas ceplos, tidak dia pikirkan dampak buruk ucapannya, bisa jadi menyebabkan banyak keburukan atau menyakiti hati orang lain, ini menunjukan bahwa imannya kurang….meskipun ia menghapal diluar kepala hadits ini… ilmunya itu hanya sekedar hiasan bibir tanpa ada penerapan.

Demikian juga jika ada orang yang mengaku beraqidah yang benar lantas tidak amanah dan tidak jujur maka ketahuilah imannya itu hanya hiasan bibir. Bagaimana tidak? Sedangkan Rasulullah menafikan keimanan dari orang yang tidak amanah.

Demikian juga jika ada orang yang mengaku beraqidah yang benar lantas pelit sehingga tidak memuliakan tamunya, menunjukan keimanan dan aqidah yang dia aku-akui tersebut hanyalah hiasan bibir belaka. Akan tetapi keyakinannya lemah sehingga bersikap pelit. Oleh karena itu Nabi pernah bersabda

وَلَا يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

"Dan tidak akan terkumpul rasa pelit dan keimanan dalam hati seorang hamba selamanya" (HR An-Nasaai no 3110 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani)

Oleh karena itu dengan tulisan ini aku mengajak diriku khususnya dan para pembaca sekalian untuk mengoreksi diri kita… apakah pengakuan kita selama ini bahwasanya kita berada di atas aqidah dan keimanan yang benar hanya sebatas ilmu dan wawasan dengan tanpa bukti…??!!, apakah hanya sebagai hiasan bibir saja..??

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memasukkan penerapan akhlaq yang mulia dalam permasalahan aqidah. Beliau berkata dalam risalah beliau yang berjudul al-'Aqiidah al-Waashithiyyah -yang dimana beliau menulis risalah ini untuk menjelaskan aqidahnya al-firqoh an-naajiah ahlus sunnah wal jama'ah-,

وَيَدْعُوْنَ إِلَى مَكَارِمِ الأَخْلاَقِ وَمَحَاسِنِ الأَعْمَالِ وَيَعْتَقِدُوْنَ مَعْنَى قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم : ( أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقَا ) وَيَنْدُبُوْنَ إِلَى أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِيَ مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَكَ وَيَأْمُرُوْنَ بِبِرِّ الْوَالِدَيْنِ وَصِلَةِ الأَرْحَامِ وَحُسْنِ الْجِوَارِ وَالإِحْسَانِ إِلَى الْيَتَامَى وَالمَسَاكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَالرِّفْقِ بَالْمَمْلُوْكِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْفَخْرِ وَالْخُيَلَاءِ وَالْبَغْيِ وَالاِسْتِطَالَةِ عَلَى الْخَلْقِ بِحَقٍّ أَوْ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَأْمُرُوْنَ بِمَعَالِي الأَخْلاَقِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ سَفْسَافِهَا

"Dan mereka (al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama'ah) menyeru kepada (penerapan) akhlaq yang mulia dan amal-amal yang baik. Mereka meyakini kandungan sabda Nabi "yang paling sempuna imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaqnya diantara mereka". Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama'ah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para musafir, serta bersikap lembut kepada para budak. Mereka (Ahlus sunnah wal jama'ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab ataupun tanpa sebab yang benar. Mereka memerintahkan untuk berakhlaq yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk"

Kita harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa dakwah Ahlus sunnah adalah dakwah yang dikenal dengan dakwah aqidah dan akhlaq sebagaimana orang-orang musyrik mengenal dakwah Nabi demikian.

Kita harus menunjukan bahwasanya ahlus sunnah adalah orang yang berakhlaq mulia…. Lihatlah bagaimana akhlaq para ulama kita, bacalah sejarah syaikh Bin Baaz, syaikh Utsaimin, dan syaikh Albani, niscaya kita akan mendapatkan penerapan akhlaq yang mulia dari mereka, juga sepercik teladan yang telah kita lihat dari syaikh Abdurrozzaq yang memberikan contoh nyata di zaman kita.

Bukankah Nabi kita dikenal sebagai orang yang sangat berakhlak?, bahkan betapa banyak kaum musyrikin yang masuk Islam karena melihat akhlak beliau…?

Lihatlah bagaimana Khodijah berdalil dengan akhlak Nabi untuk menunjukan kepada Nabi bahwasanya beliau adalah orang yang tidak akan dihinakan oleh Allah?

Khodijah berkata

فَوَاللهِ لاَ يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا فَوَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمِ وَتَصْدُقُ الْحَدِيْثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

Demi Allah, sesungguhnya Allah selamanya tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah sungguh engkau telah menyambung tali silaturahmi, jujur dalam berkata, membantu orang yang tidak bisa mandiri, engkau menolong orang miskin, memuliakan (menjamu) tamu, dan menolong orang-orang yang terkena musibah” (HR Al-Bukhari I/4 no 3 dan Muslim I/139 no 160)

Para pembaca yang budiman…lihatlah sifat-sifat Nabi shallallahu 'alihi wa sallam yang disebutkan oleh Khadijah, ternyata semuanya bermuara pada point, yaitu memberi manfaat kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka serta menghilangkan kesulitan mereka. Inilah pribadi Rasulullah yang merupakan cerminan akhlak yang sangat mulia.

Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda

وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberi manfaat kepada manusia (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 426)

Oleh karena itu barang siapa yang hendak menjadi pemegang panji pembela kebenaran, dalam mendakwahkan risalah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam maka ia harus berusaha merealisasikan sifat-sifat ini pada dirinya baik dalam perkataan maupun dalam praktek kehidupan sehari-hari sebagai bentuk teladan kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam.

Atau dengan ibarat lain yang lebih jelas bahwasanya barangsiapa yang memutuskan tali silaturahmi atau tidak memberi faedah kepada masyaratkat padahal ia memiliki kedudukan atau posisi penting, atau sikapnya keras terhadap fakir miskin dan orang-orang yang lemah, hatinya tidak tergugah dengan rintihan mereka, matanya tidak meneteskan air mata karena kasihan kepada mereka, maka hendaknya janganlah ia berangan-angan menjadi pemegang panji utama pembela kebenaran, hendaknya ia menyerahkan panji tersebut kepada orang lain karena sesungguhnya ia belum layak menjadi penerus Muhammad shallallahu 'alihi wa sallam dalam memimpin umatnya, Allahul Musta’aan…!!!!

Bahkan merupakan perkara yang ajaib yang sangat luar biasa yaitu Nabi shallallahu 'alihi wa sallam tersohor sebagai orang yang amanah di kalangan orang-orang kafir quraisy. Bahkan pembesar-pembesar mereka mengetahui hal ini. Oleh karena itu tatkala mereka –para kafir Quraisy- hampir saling menumpahkan darah tatkala mereka bertikai dalam hal peletakan hajar aswad maka akhirnya merekapun bersepakat untuk menjadikan keputusan permasalahan mereka berada di tangan orang yang pertama kali masuk ke al-masjidil harom dari pintu sofa. Ternyata yang pertama kali masuk dari pintu adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alihi wa sallam –yang tatkala itu masih belum menjadi nabi-. Serta merta mereka serentak berkata, "Telah datang kepada kalian orang yang amanah". Akhirnya Nabi Muhammad shallallahu 'alihi wa sallam memberikan keputusan kepada mereka yang memuaskan seluruh pihak. (Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (34/261 no 15504) dan sanadnya dishaihihkanoleh para pentahqiq musnad Ahmad, sebagaimana dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam ta'liq beliau terhadap fiqhus siroh hal 84)

Yang menjadi perhatian kita, ternyata Nabi tersohor diantara para pembesar kaum kafir Quraisy bahwasanya beliau berakhlaq yang mulia yaitu memiliki sifat amanah yang sangat bisa dipercaya. Oleh karena itu para kafir Quraisy menyimpan uang mereka di Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, tatkala Nabi belum diutus sebagai seroang Rasul. Tidaklah hal ini mereka lakukan kecuali karena tersohornya Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dengan sifat Amanah.

Bahkan yang sangat mena'jubkan, apakah setelah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam diutus sebagai seorang Rasul maka merekapun mencabut uang mereka dari nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan tidak menitipkannya kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam??. Setelah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam diutus sebagai seorang rasul jadilah kaum kafir di kota Mekah memusuhi Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, yaitu permusuhan dalam aqidah dan keyakinan. Bagaimana mereka tidak membenci nabi, sementara Nabi mencela sesembahan-sesembahan mereka, bahkan menyalahkan nenek moyang mereka yang terjerumus dalam kesyirikan??. Akan tetapi apakah permusuhan dan kebencian mereka yang amat sangat kepada Nabi membuat mereka mengambil kembali harta mereka yang telah mereka titipkan kepada Nabi..???

Ternyata tidak, bahkan meskipun mereka memusuhi nabi, dan bahkan memberi gelaran kepada Nabi dengan gelaran-gelaran yang sangat buruk seperti penyihir, penyair gila, pendusta, dan gelaran-gelaran lainnya, akan tetapi mereka tetap menitipkan harta mereka kepada Nabi. Sampai-sampai tingkat kebencian mereka terhadap nabi sudah tidak terbendungkan hingga akhirnya mereka bersepakat untuk membunuh nabi. Yang hal ini akhirnya membuat nabi harus keluar dari kota Mekah untuk berhijrah ke Madinah.

Namun sungguh luar biasa sifat amanah yang dimiliki nabi, tatakala beliau pergi berhijroh beliau memerintahkan Ali bin Abi Tholib untuk tetap di Mekah dan mengembalikan seluruh harta titipan kaum musyrikin Quraisy yang telah mereka titipkan kepada Nabi. Alipun menetap di Mekah selama tiga hari untuk mengambalikan harta titipan tersebut, setalah itu baru beliau menyusul Nabi. (Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Mulaqqin, "Masyhuur di buku-buku shiroh dan yang lainnya", setelah itu beliau membawakan takhrij tentang kisah ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaaq dalam kitab shirohnya sebagaimana juga dihikayatkan oleh al-Baihaqi. (lihat Al-Badr al-Muniir 7/304). Sanad kisah ini dihasankan oleh DR Mahdi Ahmad dalam kitabnya "As-Shiroh An-Nabawiyyah fi dhoui al-mashoodir al-asliyyah 1/318)

Lihatlah meskipun Nabi telah sadar bahwasanya kaum musyrikin Quraisy berencana dan bersepakat untuk membunuh beliau namun beliau tetap menjaga harta mereka, bahkan tidak terbetik sama sekali dalam hati beliau untuk mengambil harta mereka. Bisa jadi syaitan datang dan menggoda serta membisikan, "Ambil saja harta tersebut, bukankah bisa digunakan untuk berdakwah?, bukankah mereka hendak membunuhmu…??". Akan tetapi nabi tetap mengembalikan amanah yang telah dititipkan kepada beliau. Allahu Akbar, betapa tinggi akhlaq nabi. Sungguh benar firman Allah

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Dan engkau sungguh berada di atas akhlaq yang agung" (QS Al-Qolam 4)

Karenanya Allah tidak pernah bersumpah dengan umur seorangpun kecuali umur Nabi Muhammad. Allah berfirman

لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ (٧٢)

Demi umurmu (Muhammad), Sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan) (QS al-Hijr : 72)

Ibnul Qoyyim berkata, "Ini merupakan keutamaan Nabi yang sangat agung dimana Allah bersumpah dengan kehidupan (umur) beliau. Ini merupakan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh selain beliau…

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya kehidupan Nabi merupakan anugerah Allah yang sangat agung" (At-Tibyaan fi Aqsaamil qur'an hal 269)

Hal ini tidak lain karena kehidupan Nabi dipenuhi dengan hikmah dan akhlaq yang mulia.



PERINGATAN

Sebagian orang menyangka bahwasanya yang dinamakan dengan ketakwaan adalah hanyalah menjalankan dan menunaikan hak-hak Allah tanpa memperhatikan hak-hak hamba-hambaNya. Mereka menyangka bahwasanya penerapan ajaran agama hanya terbatas pada bagaimana hubungan dengan Allah (dalam menunaikan hak-hak Allah) tanpa memperhatikan bagaimana berakhlak mulia terhadap hamba-hambaNya. Akhirnya mereka benar-benar melalaikan penunaian hak-hak hamba-hamba Allah, kalau tidak secara total minimal mereka kurang dalam menunaikan hak-hak para hamba Allah yang hal ini mengantarkan mereka menjadi orang-orang yang menggampang-gampangkan perbuatan zolim terhadap sesama mereka.

Berkata Ibnu Rojab Al-Hanbali tatkala mengomentari hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah engkau kepada Allah kapan dan dimana saja engkau berada, dan ikutkanlah suatu kejelekan dengan perbuatan baik maka kebaikan tersebut akan menghapus kejelekan tersebut, serta pergaulih manusia dengan akhlak yang baik (HR At-Thirmidzi (IV/355 no 1987), Ahmad (V/153 no 21392), dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihul jaami’ no 97)

“Dan sabda Nabi shallallahu 'alihi wa sallam وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ (Dan peragaulilah manusia dengan akhlak yang baik), ini merupakan salah satu bentuk ketakwaan dan tidak akan sempurna ketakwaan kecuali dengan hal ini. Akan tetapi Rasulullah menyendirikan penyebutannya karena perlu untuk menjelaskannya[1]. Karena banyak orang yang menyangka bahwa ketakwaan itu adalah menjalankan hak-hak Allah tanpa (menjalankan atau memperhatikan) hak-hak hamba-hambaNya. Maka Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam menjelaskan (menegaskan) hal ini untuk berakhlak yang baik terhadap manusia. Nabi telah mengutus Mu’adz ke negeri Yaman sebagai pengajar bagi penduduk Yaman, juga sebagai orang yang akan menjelaskan hukum-hukum agama bagi mereka serta sebagai hakim diantara mereka. Barangsiapa yang seperti ini maka ia butuh kepada dengan akhlak yang baik tatkala berinteraksi dengan masyarakat.

Tidak sebagaimana orang lain yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak berinteraksi dengan masyarakat. Orang-orang yang telah memberikan perhatian mereka dalam menjalankan hak-hak Allah, senantiasa untuk cinta, takut, dan taat kepada-Nya, mereka sering diliputi dengan sikap melalaikan hak-hak para hamba, baik secara total atau kurang dalam menunaikan hak-hak tersebut.

Menggabungkan antara menjalankan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-hambaNya merupakan perkara yang sulit sekali, tidak ada yang bisa melaksanakannya kecuali orang-orang yang sempurna dari kalangan para nabi dan para siddiiq” (Jaami’ul Ulum wal Hikam I/212)

Dan sesungguhnya engkau akan kaget jika melihat sebagian orang yang sangat bersemangat untuk menjalankan syi’ar-syi’ar ibadah serta sangat memperhatikan penampilan luar mereka yang sesuai dengan syari’at, bahkan semangat dalam menegakkan sunah-sunnah ibadah seperti sholat sunnah, puasa sunnah, tilawah Al-Qur’an, dan yang lainnya, namun mereka tidak memberikan perhatian yang besar pada sisi bermu’amalah dengan sesama manusia. Mereka tidak memberikan tempat yang mulia bagi akhlak yang mulia. Oleh karena itu –sungguh sangat disayangkan- engkau dapati pada sebagian mereka mengalir sikap dengki, hasad, ujub (kagum dengan diri sendiri), merasa tinggi di hadapan yang lain, perbuatan dzolim, permusuhan, pertikaian, saling menghajr, dusta, saling berolok-olok, menyelisihi janji, tidak membayar hutang (meskipun sebenarnya ia mampu), tidak amanah, tenggelam dalam membicarakan aib-aib saudara-saudara mereka, tatabbu’ (mencari-cari) kesalahan-kesalahan saudara-saudara mereka, dan yang lain sebagainya. Yang hal ini sangat kontradiksi dengan penampilan luar mereka yang menunjukkan akan perhatian yang besar dari mereka untuk menjalankan sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam.

Kita dapati sebagian mereka tatkala melihat ada seseorang yang isbal (menjulurkan sarung atau celana hingga melebihi mata kaki) yang hal ini jelas-jelas menyelisihi sunnah Nabi maka merekapun serta merta mengingkari dengan keras, bahkan sebagian mereka terlalu berlebih-lebihan sehingga menjadikan hal ini sebagai standar untuk mengukur sesat atau tidaknya seseorang tanpa memperhatikan apakah orang yang isbal itu memiliki syubhat ataukah orang yang tidak tahu pengharaman isbal. Namun di lain pihak jika mereka melihat seseorang sedang menggibah saudara mereka atau memperolok-oloknya maka tidak ada sama sekali pengingkaran ini, padahal yang namanya ghibah orang awampun mengetahui akan keharamannya.

Seakan-akan di sisi mereka mu’amalah terhadap sesama saudara mereka bukanlah suatu agama, atau orang yang berakhlak mulia tidak mendapatkan ganjaran pahala yang besar. Seakan-akan pahala hanya terbatas pada tidak isbal dan memanjangkan jenggot.

Atau seakan-akan perbuatan zolim terhadap manusia yang lain bukanlah sesuatu yang berarti. Padahal perbuatan dzolim kepada sesama hamba lebih berat dan bahaya jika dibanding dengan perbuatan dzolim seorang hamba terhadap dirinya sendiri karena hak-hak para hamba dibangun di atas qisos adapun hak-hak Allah dibangun diatas kemudahan dan pema’afan. Barang siapa yang berbuat kesalahan yang berkaitan dengan hak-hak Allah maka mudah baginya kapan saja untuk beristighfar dan meminta ampunan kepada Allah dan Allah akan mengampuninya. Akan tetapi jika ia menzolimi manusia yang lain maka tidak ada yang menjamin bahwa orang tersebut akan merelakan haknya, tidak ada yang menjamin bahwa orang tersebut akan menghalalkannya dan memaafkannya. Bahkan pada hak-hak para hamba tergabung dua hak yaitu hak hamba dan hak Allah karena Allah tidak ridho terhadap perbuatan dzolim.

Pada hakekatnya orang-orang seperti mereka ini telah menghancurkan apa yang telah mereka bangun, merusakkan amalan mereka, mereka telah menggugurkan kebaikan-kebaikan mereka tanpa mereka sadari.

Sebagian mereka bersusah payah di malam hari untuk sholat malam dan bertilawah al-Qur’an namun pada pagi harinya tidak satu kebaikanpun yang tersisa bagi mereka. Sebagian mereka telah bersusah payah mengumpulkan kebaikan-kebaikan mereka sebesar gunung dari sholat, puasa, sedekah, dzikir, dan lain sebagainya namun ternyata amalan-amalan mereka tersebut tidak sampai naik kepada Allah dikarenakan mereka telah melakukan sebagian amalan yang merupakan akhlak yang buruk.

Rasulullah bersabda

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرْفَعُ لَهُمْ صَلاَتُهُمْ فَوْقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مَتَصَارِمَانِ

Tiga golongan yang tidak diangkat sejengkalpun sholat mereka ke atas kepala mereka, seorang lelaki yang mengimami sebuah kaum dan mereka benci kepadanya, seorang wanita yang bermalam dalam keadaan suaminya marah kepadanya, dan dua orang bersaudara yang saling memutuskan hubungan (HR Ibnu Majah I/311 no 971 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobiih no 1128)

Lihatlah…, Rasulullah menegaskan bahwa dua orang yang saling menghajr (namun bukan karena hajr yang disyari'atkan) maka sholatnya tidak akan diterima oleh Allah, padahal betapa banyak orang yang menghajr karena hawa nafsunya. Ibnu Taimiyyah berkata : "Barangsiapa yang menerapkan hajr karena hawa nafsunya, atau menerapkan hajr yang tidak diperintahkan untuk dilakukan, maka dia telah keluar dari hajr yang syar’i. Betapa banyak manusia melakukan apa yang diinginkan hawa nafsunya, tetapi mereka mengira bahwa mereka melakukannya karena Allah." (Majmuu’ al-Fataawa 28/203-210)

Bisa jadi juga meskipun amalan-amalan mereka diterima namun kemudian mereka menghancurkan kebaikan-kebaikan mereka tersebut dengan berbagai model dosa-dosa besar yang berkaitan dengan perbuatan dzolim terhadap manusia yang lain.

Rasulullah bersabda

وَإِنَّ سُوْءَ الْخُلُقِ يُفْسِدُ الْعَمَلَ كَمَا يُفْسِدُ الْخَلُّ الْعَسَلَ

Dan sesungguhnya akhlak yang buruk merusak amal (sholeh) sebagaimana cuka yang merusak madu. (HR At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth (I/259 no 850), dan Al-Mu’jam Al-Kabiir (X/319 no 10777). Berkata Al-Haitsami, “Pada sanadnya ada perawi yang bernama ‘Isa bin Maimuun Al-Madani dan dia adalah perawi yang lemah” (Majma’ Az-Zawaid VIII/24). Dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 907).

Berkata Al-Munawi, “Rasulullah memberi isyarat bahwa seseorang hanyalah bisa memperoleh seluruh kebaikan dan mencapai tempat yang tertinggi serta tujuan yang paling akhir adalah dengan akhlak yang mulia. Mereka (para ulama) berkata bahwa hadits ini termasuk jawami’ul kalim” (Faidhul Qodiir 3/506)

Berkata Al-‘Askari, “Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan amalan kebajikan jika ia menggandengkannya dengan akhlak yang buruk maka akan merusak amalannya dan menggugurkan pahalanya sebagaimana seseorang yang bersedekah jika mengikutkan sedekahnya dengan al-mann (menyebut-nyebut sedekahnya sehingga menyakiti yang disedekahi)” (Faidhul Qodiir 4/113-114)

Renungkanlah hadits berikut ini:

قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ فُلاَنَةً تُصَلِّي اللَّيْلَ وَتَصُوْمَ النَّهَارِ ((وعند أحمد: إِنَّ فُلاَنَةً يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلاَتِهَا وَصِيَامِهَا وَصَدَقَتِهَا)) وَفِي لِسَانِهَا شَيْءٌ يُؤْذِي جِيْرَانَهَا سَلِيْطَةً قَالَ لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ فِي النَّارِ وَقِيْلَ لَهُ إِنَّ فُلاَنَةً تُصَلِّي الْمَكْتُوْبَةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتَتَصَدَّقُ بِالأَثْوَارِ وَلَيْسَ لَهَا شَيْءٌ غَيْرُهُ وَلاَ تُؤْذِي أَحَدًا قَالَ هِيَ فِي الْجَنَّةِ

Dari Abu Hurairah, “Dikatakan kepada Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam, “Sesungguhnya si fulanah sholat malam dan berpuasa sunnah (Dalam riwayat Ahmad, “Sesungguhnya si fulanah disebutkan tentang banyaknya sholatnya, puasanya, dan sedekahnya”) namun ia mengucapkan sesuatu yang mengganggu para tetangganya, lisannya panjang[2]?”. Rasululllah berkata, “Tidak ada kebaikan padanya, dia di neraka”. Dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya si fulanah sholat yang wajib dan berpuasa pada bulan Ramadhan serta bersedekah dengan beberapa potong susu kering, dan ia tidak memiliki kebaikan selain ini, namun ia tidak mengganggu seorangpun?”. Rasulullah berkata, “Ia di surga” (HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (IV183 no 7304), Ibnu Hibban (Al-Ihsan XIII/77 no 5764), dan Ahmad (II/440 no 9673), berkata Al-Haitsami, “Dan para perawinya tsiqoh (terpercaya)” (Majma’ Az-Zawaid VIII/169) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhiib no 2560)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan disebutkan dalam Al-Ihsan (XIII/77 no 5764) dalam babذِكْرُ الأَخْبَارِ عَمَّا يَجِبُ عَلَى الْمَرْءِ مِنْ تَرْكِ الْوَقِيْعَةِ فِي الْمُسْلِمِيْنَ وَإِنْ كَانَ تَشْمِيْرُهُ فِي الطَّاعَاتِ كَثِيْرَا (Penyebutan hadits-hadits tentang kewajiban seseorang untuk meninggalkan mengganggu kaum muslimin dengan lisannya meskipun ia bersemangat besar dalam menjalankan ketaatan-ketaatan)

Renungkanlah kondisi wanita yang kedua, amalannya hanya pas-pasan. Ia hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang diwajibkan baginya dan disertai dengan sedikit sedekah[3], meskipun demikian ia tidak pernah mengganggu tetangganya dengan ucapannya. Serta merta Rasulullah menyatakan bahwasanya, “Ia di surga”.

Adapun wanita yang pertama maka ia telah mengganggu tetangga-tetangganya dengan lisannya??. Meskipun ia begitu bersemangat untuk sholat malam dan memperbanyak puasa sunnah serta banyaknya sedekahnya namun semuanya itu tidak bermanfaat baginya. Amalannya jadi sia-sia, pahalanya terhapus, bahkan bukan cuma itu, iapun berhak untuk masuk kedalam neraka !!!. Lantas bagaimana lagi dengan sebagian kita yang sangat sedikit ibadahnya, tidak pernah berpuasa sunnah, apalagi sholat malam, lalu lisan kita dipenuhi dengan beraneka ragam kemaksiatan…??!!

Kebanyakan orang merasa berat untuk mengganggu atau menyakiti atau mendzolimi kaum muslimin dengan gangguan fisik, akan tetapi sangat mudah bagi mereka untuk menyakiti dengan menggunakan lisan mereka. Renungkanlah perkataan ‘Ali Al-Qori tatkala mengomentari hadits ini, ((Mungkin saja pengkaitan gangguan sang wanita dengan gangguan lisan karena kebanyakan gangguan diakibatkan oleh gangguan lisan. Dan yang paling kuat (paling terasa sakit) bagi seseorang jika diganggu dengan lisan, sebagaimana perkataan seorang penya’ir

جَرَاحَاتُ السِّنَانِ لَهَا الْتِئَامٌ وَلاَ يَلْتَامُ مَا جَرَحَ اللِّسَانُ

Luka-luka akibat sayatan pedang bisa sembuh

Namun tidak bisa sembuh luka akibat sayatan lisan)) [Mirqootul Mafaatiih IX/200]

Berkata Ali Al-Qori, “Rasulullah berkata, “Ia di neraka”, karena ia telah menjalankan ibadah-ibadah yang disunnahkan namun telah melakukan gangguan yang merupakan perkara yang diharamkan dalam syari’at. Dan banyak orang yang terjerumus dalam model yang seperti ini. Bahkan sampai-sampai tatkala mereka masuk dalam masjidil haram dan tatkala mengusap rukun ka’bah yang mulia (yaitu rebut-rebutan hingga menyakiti saudaranya hanya karena ingin menjalankan perkara yang mustahab yaitu mengusap rukun ka’bah-pen). Diantaranya juga adalah perbuatan orang-orang dzolim yang mengumpulkan harta yang haram (baik dengan mencuri, korupsi, berjudi, riba, atau yang lainnya-pen) kemudian menyalurkan harta tersebut untuk membangun mesjid, sekolah-sekolah, serta memberi makan (fakir miskin)…” [Mirqootul Mafaatiih IX/200]

Bahkan bisa jadi tatkala ditimbang maka pahala sholat, puasa, dan sedekah mereka tidak sebanding dengan dosa kedzoliman yang mereka perbuat.

Rasulullah bersabda

أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوْا الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكاَةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Tahukah kalian apa yang disebut dengan orang yang bangkrut?”, mereka (para sahabat) berkata, “Orang bangkrut yang ada diantara kami adalah orang yang tidak ada dirhamnya dan tidak memiliki barang”. Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan sholat, puasa, dan zakat. Dia datang dan telah mencela si fulan, telah menuduh si fulan (dengan tuduhan yang tidak benar), memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, dan memukul si fulan. Maka diambillah kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada si fulan dan si fulan. Jika kebaikan-kebaikan telah habis sebelum cukup untuk menebus kesalahan-kesalahannya maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka (yang telah ia dzolimi) kemudian dipikulkan kepadanya lalu iapun dilemparkan ke neraka” (HR Muslim IV/1997 no 2581)


Awas jangan sampai tertipu!!!

Sebagian orang tatkala merasa telah mengamalkan tauhid dan menjauhi kesyirikan serta mengamalkan al-Kitab dan as-Sunnah bahkan mendakwahkannya maka mereka lalai dari mengamalkan akhlak yang mulia. Perasaan mereka bahwa mereka telah menguasai ilmu tauhid dengan baik telah memperdaya mereka dari memperhatikan pengamalan akhlak yang mulia. Mereka lalai dari menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka, atau minimal mereka kurang dalam menunaikan hak-hak mereka. Namun yang lebih menyedihkan lagi, bukan hanya kurang dalam menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka, bahkan mereka berbuat dzolim kepada saudara-saudara mereka dengan lisan-lisan dan tulisan-tulisan mereka. Sungguh mereka telah menggabungkan antara dua keburukan yaitu kurang dalam menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka dan berbuat dzolim terhadap mereka.

Syaikh Al-Albani berkata,

((Tauhid ini telah kita pelajari, telah kita fahami dengan baik, serta telah kita realisasikan dalam aqidah kita. Akan tetapi kesedihan telah memenuhi hatiku…, aku merasa bahwasanya kita telah tertimpa penyakit gurur (terpedaya) dengan diri sendiri tatkala kita telah sampai pada aqidah ini serta perkara-perkara yang merupakan konsekuensi dari aqidah ini yang telah kita ketahui bersama seperti beramal dengan dasar Al-Kitab dan As-Sunnah dan tidak berhukum kepada selain Al-Kitab dan Sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam. Kita telah melaksanakan hal ini yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim –yiatu pemahaman yang benar terhadap tauhid dan beramal dengan Al-Kitab dan As-Sunnah- yang berkaitan dengan fikih yang dimana kaum muslimin telah terpecah menjadi beragam madzhab dan telah menempuh jalan yang berbeda-beda seiring dengan berjalannya waktu yang panjang selama bertahun-tahun.

Akan tetapi nampaknya –dan inilah yang telah aku ulang-ulang dalam banyak pengajian- bahwasanya dunia Islam ini –dan termasuk di dalamnya adalah para salafiyin sendiri- telah lalai dari sisi-sisi yang sangat penting dari ajaran Islam yang telah kita jadikan sebagai pola pikir kita secara umum dan mencakup seluruh sisi kehidupan. Diantara sisi penting tersebut adalah akhlak yang mulia dan istiqomah dalam menempuh jalan.

Banyak dari kita yang tidak perduli dengan sisi ini -yaitu memperbaiki akhlak dan memperindah budi pekerti- padahal kita semua membaca dalam kitab-kitab sunnah yang shahih sabda Nabi shallallahu 'alihi wa sallam

إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ السَّاهِرَ بِاللَّيْلِ الظَّامِىءِ بِالْهَوَاجِرِ

Sesungguhnya seseorang dengan akhlaknya yang mulia mencapai derajat orang yang bergadang (karena sholat malam) dan orang yang kehausan di siang yang panas (karena puasa)[4]

Kita juga membaca dalam Al-Qur’an Al-Karim bahwasanya bukanlah termasuk akhlak Islam adanya perselisihan diantara kaum muslimin -dan secara khusus adalah kita yaitu diantara para salafiyin- hanya karena perkara-perkara yang semestinya tidak sampai menimbulkan perselisihan dan pertikaian. Kita membaca firman Allah tentang hal ini

وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا

Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah (QS. Al-Anfaal :46)…))[5]

Sebagian orang tatkala merasa telah menjalankan sunnah dengan baik maka mereka mudah mengeluarkan orang lain dari sunnah hanya karena kesalahan-kesalahan yang masih bisa ditoleransi. Sebagian mereka menghajr saudara-saudara mereka sesama ahlus sunnah tanpa dalil yang jelas. Ini merupakan akhlak yang buruk

Syaikh Al-Albani berkata,

((Dengarlah nas-nas hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam yang berisi ancaman-ancaman yang berat bagi orang yang menghajr tanpa hak.

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَخَمِيْسٍ فَيُغْفَرُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمَيْنِ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيٍئًا إِلاَّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis lalu pada dua hari tersebut diampuni seluruh hamba yang tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu apapun kecuali orang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan maka dikatakan, “Tungguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tungguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tungguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai” (HR Abu Dawud IV/279 no 4916 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat Goyatul Maram hadits no 412))

Sabda Nabi shallallahu 'alihi wa sallam ((diampuni seluruh hamba yang tidak mensyerikatkan Allah dengan sesuatu apapun)), merupakan kabar yang menggembirakan kita, dan kita mengharapkan kebaikan dengan hadits ini, karena kita adalah para da'i yang menyeru kepada tauhid, dan kitalah yang mengangkat bendera dakwah kepada tauhid dan memberantas kesyirikan dengan segala macam bentuknya. Maka kita menyangka kita langsung masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, sebagaimana dikatakan sekarang tanpa perlu “transit”, karena kita bertauhid kepada Allah dan sama sekali tidak berbuat syirik kepada Allah. Namun perkaranya tidaklah demikian…!!! cermatilah hadits ini, pahamilah, dan berusalah terapkan (cocokan) dengan kehidupan kalian sehari-hari

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَخَمِيْسٍ فَيُغْفَرُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمَيْنِ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيٍئًا إِلاَّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis lalu pada dua hari tersebut diampuni seluruh hamba yang tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu apapun kecuali orang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan maka dikatakan, “Tungguilah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tungguilah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tungguilah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai”

((Tungguhkanlah kedua orang ini)) yaitu tunggulah dahulu, sabarlah dahulu, janganlah (mencatat) ampunan bagi mereka sampai mereka berdua berdamai dan kembali menjadi

إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

saling bersaudara yang duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS. AL-Hijr :47)

Kemudian Nabi shallallahu 'alihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang lain

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرْفَعُ لَهُمْ صَلاَتُهُمْ فَوْقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مَتَصَارِمَانِ

Tiga golongan yang tidak diangkat sejengkalpun sholat mereka ke atas kepala mereka, seorang lelaki yang mengimami sebuah kaum dan mereka benci kepadanya, seorang wanita yang bermalam dalam keadaan suaminya marah kepadanya, dan dua orang yang saling memutuskan hubungan. (HR Ibnu Majah I/311 no 971 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobiih no 1128)

Sabda Nabi shallallahu 'alihi wa sallam ((dan dua orang yang saling memutuskan hubungan)) yaitu saling memutuskan hubungan dan saling menghajr.

Jika demikian maka saling memutuskan hubungan, saling menghajr, saling meninggalkan satu terhadap yang lainnya tanpa adanya sebab yang syar’i, -akan tetapi hanya karena perbedaan pendapat-, maka akibat buruk yang ditimbulkannya antara lain sholatnya tidak akan diangkat kepada Allah dan tidak diterima oleh Allah. Sebagaimana firman Allah

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. (QS. 35:10)

Sholat kedua orang yang saling menghajr ini tidaklah diangkat ke Allah dan tidak diterima.

Kebanyakan sikap saling memutuskan hubungan dan menghajr adalah dikarenakan persangkaan-persangkaan serta dugaan-dugaan (yang buruk) -yang terlintas di pikiran seseorang- terhadap suadaranya sesama muslim….” (Diterjemahkan dari Silsilah Nuur ‘ala Ad-Darb, kaset no 23)

PENUTUP

Akhirnya segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan nikmatNya kepada hamba-hambaNya. Semoga sepenggal goresan tangan ini bisa menggugah kembali semangat para pembaca yang sekalian untuk menunutut ilmu, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Juga menambah fokus para pembaca dalam pembenahan akhlaq.

اللّهُمَّ اهْدِنَا لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِي لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنَّا سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ

Ya Allah tunjukkanlah kepada kami untuk berhias dengan akhlaq yang terbaik karena tidak ada yang bisa menunjukkan kami kepada hal itu kecuali Engkau, dan jauhkanlah kami dari akhlaq yang buruk dan tidak ada yang bisa menjauhkan kami darinya kecuali Engkau.

Dan semoga kita bisa termasuk dalam orang-orang yang memperoleh janji Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dalam sabdanya

« أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ »

"Aku menjamin sebuah rumah di pinggiran surga bagi siapa yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di atas kebenaran, dan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun hanya bercanda, dan sebuah rumah di tempat tertinggi di surga bagi siapa yang membaguskan akhlaqnya" (HR Abu Dawud no 4802 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihul Jami' no 1464)

Aaaminn yaa Robbal 'Aaalmiiin.

Artikel: www.firanda.com

Catatan Kaki:
[1] Metode seperti ini dikenal di kalangan ulama dengan metode ذِكْرُ الْخَاصِ بَعْدَ الْعَامِ "Penyebutan sesuatu yang khusus setelah penyebutan sesuatu yang umum" yang fungsinya untuk menunjukan keutamaan sesuatu yang khusus tersebut, padahal yang khusus tersebut telah termasuk dalam keumuman yang disebutkan sebelumnya. Kita mengetahui bersama bahwasanya akhlaq yang mulia termasuk dari ketaqwaan, namun Nabi menyendirikan penyebutannya setelah penyebutan ketakwaan untuk menunjukan pentingnya akhlaq yang mulia. Metode ini sebagaimana dalam firman Allah

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ



"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh" (QS Yunus 9), disendirikannya penyebutan "amal sholeh" untuk menunjukan pentingnya amal sholeh, padahal amal sholeh jelas merupakan keimanan. Hal ini sebagaimana jika seseorang berkata, "Telah datang para ulama dan syaikh Bin Baaz", adalah untuk menunjukan keutamaan syaikh Bin Baaz, padahal beliau termasuk ulama.

[2] Berkata Ibnu Manzhur, “Jika mereka berkata امْرَأَةٌ سَلِيْطَةٌ maka maksud mereka ada dua yang pertama wanita tersebut adalah طَوِيْلَةُ اللِّسَانِ wanita yang panjang lisannya (banyak omongannya sehingga menyakiti orang lain) dan yang kedua adalah حَدِيْدَةُ اللِّسَانِ wanita yang tajam lisannya” (Lisaanul ‘Arob (VII/320)

[3] Oleh karena itu disebutkan apa yang telah disedekahkan oleh wanita yang kedua ini (yaitu beberapa potong susu kering). Berkata Ali Al-Qori, “Penyebutan ini merupakan isyarat bahwa sedekahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan sedekah wanita yang pertama” (Mirqootul mafaatiih IX/201)

[4] As-Silsilah Ash-Shahihah no 794

[5] Diterjemahkan dari Silsilah Nuur ‘ala Ad-Darb, kaset no 23

Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr -hafizhahullah- (seri 9)

[dikutip dari buku : "DARI MADINAH HINGGA KE RADIORODJA"

(Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr, hafizhahullah)

Oleh: Abu Abdil Muhsin Firanda]
Nasehat 4 mata yang sangat berharga

Setelah sarapan sang pemilik hotel ingin berbicara 4 mata dengan syaikh dan aku sebagai penerjemah. Syaikhpun bersedia. Kami bertigapun duduk di pojok lobi, ternyata pemilik hotel ini ingin menyampaikan rasa terima kasih beliau terhadap dakwah syaikh yang penuh barokah. Dan dia sangat terpukau dengan cara syaikh dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk dari para pendengar radiorodja, yang jawaban syaikh penuh dengan kelembutan dan hikmah. Pemilik hotel ini juga mengeluh dengan kondisi sebagian ustadz yang agak keras, bahkan dia bercerita baru saja dia menghadiri walimah dan ia bertemu dengan salah seorang ahlul bid'ah yang sesat akan tetapi ia –dan juga para hadirin- terpukau dengan keramah-tamahannya. Tatkala bertemu dengannya sang ahlul bid'ah ini langsung memeluknya dan menanyakan kabar keluarganya dan yang lain-lain, yang semuanya benar-benar menyentuh hati. Pemilik hotel ini berkata, "Coba kalau para ustadz Ahlus Sunnah juga demikian?". Syaikh lalu mengomentari perkataan pemilik hotel ini seraya berakta, "Sesungguhnya Allah telah berfirman

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS Ali 'Imron : 159)

Kalau nabi bersikap keras tentunya para sahabat akan lari meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara yang menunjukkan keagungan akhlak nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika beliau menaklukan kota Mekah (Fathu Makkah). Tatkala itu Nabi memasuki kota Mekah dengan menundukan kepalanya. Ini menunjukan sikap tawadhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang luar biasa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diusir oleh kaumnya dari kota Mekah dengan paksa, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah sekian lama terusir akhirnya kembali menaklukan kota Mekah. Kalau kita yang berada di posisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mungkin kita sudah sangat sombong dan menunjukkan kemarahan kita terhadap orang-orang yang dahulu mengusir kita. Mungkin kita akan berkata, "Wahai kaum yang telah mengusirku, sekarang aku kembali dan menaklukkan kalian". Bahkan bisa jadi kita membalas dendam. Akan tetapi Nabi tidak demikian, bahkan beliau memasuki kota mekah dengan penuh ketenangan sambil menundukkan kepala beliau penuh dengan sikap tawadhu. Setelah itu Abu Bakr menemui Nabi sambil membawa ayah beliau Abu Quhaafah –yang tatkala itu sudah sangat tua dan masih musyrik-. Maka Nabi berkata kepada Abu Bakr,

لَوْ أَقْرَرْتَ الشَّيْخَ فِي بَيْتِهِ لَأَتَيْنَاهُ

"Kenapa kau tidak biarkan syaikh (ayahmu) tetap di rumahnya dan biar saja aku yang mendatanginya?" (HR Ahmad no 12633 dan Ibnu Majah no 3624 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam ash-Shahihah no 496).

Lihatlah bagaimana tawadhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang tua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terusir dari kota Mekah dan kembali menaklukkan kota Mekah sama sekali tidak membenci orang-orang musyrik yang dahulu memusuhinya, bahkan dengan rendah hati berkata kepada Abu Quhaafah yang masih musyrik dengan perkataan tersebut "Biarkan aku yang ke rumahnya, bukan ia yang datang menemuiku". Sungguh tawadhu yang luar biasa.

Setelah mendengar ucapan tersebut maka masuk islamlah Abu Quhaafah. Subhaanallah karena perlakuan dan sikap yang penuh kelembutan dan tawadhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam iapun masuk Islam", Syaikh berkata juga, "Jika kita berakhlak baik terhadap orang yang menyelisihi kita, maka akan membuat ia terpaksa mendengar perkataan kita".

Setelah pertemuan 4 mata tersebut kamipun kembali ditemani oleh sang supir yang setia untuk berjalan-berjalan membeli hadiah buat keluarga syaikh. Sekali lagi kami kembali pergi ke pasar Tanah Abang. Di sana syaikh membeli 5 buah jam dinding berbentuk kapal dan jangkar yang terbuat dari kayu. Memang cukup indah jam tersebut. Masing-masing harganya sekitar 300 ribuan rupiah setelah ditawar oleh syaikh. Syaikh sempat berkata kepadaku, "Insyaa Allah keluargaku dan anak-anakku akan senang dengan jam dinding ini yang modelnya antik, dan hadiah seperti ini akan bertahan lama, dan dipajang di ruangan. Lagian aku akan mencandai mereka, aku akan berkata bahwasanya jam ini tadinya harganya 450 ribu akhirnya setelah tawar harganya jatuh menjadi 300 ribu tanpa aku sebutkan rupiah agar mereka mengira 300 ribu real (=750 juta)"


Cara jitu syaikh agar uangnya diterima oleh si supir (donatur radiorodja)

Setelah itu kamipun kembali ke hotel siap untuk berangkat menuju bandara cengkareng. Ditengah perjalanan syaikh memberikan uang kepada sang supir ongkos biaya belanjaan selama dua hari, karena selama belanja yang bayar adalah sang supir. Namun sang supir menolak seraya berkata, "Aku juga ingin dapat pahala, ingin memberikan hadiah kepada syaikh, kalau syaikh kan udah banyak amalannya, adapun aku tidak punya amalan, jadi biarlah ini hadiah dariku buat keluarga beliau". Sang supir –dengan penuh tawadhu'nya- menolak menerima uang dari syaikh. Namun syaikh punya cara agar bisa membuat sang supir menerima uang tersebut. Syaikh berkata, "Wahai abu fulan (sang supir), tatkala pulang ke madinah aku ingin kabarkan kepada anak-anakku bahwa hadiah ini aku yang belikan buat mereka, agar mereka senang terhadap perhatian ayah mereka. Tapi kalau ternyata yang bayar engkau berarti aku tidak jujur terhadap anak-anakku". Akhirnya dengan berat hati sang supir menerima uang 2000 real tersebut. Lihatlah bagaimana cara syaikh agar sang supir tetap menerima uang tersebut namun tidak tersinggung.

Tatkala kami selama di perjalanan bersama sang supir beberapa kali sang supir meminta nasihat kepada beliau, dan sesungguhnya nasihat syaikh kepada sang supir sangatlah bagus-bagus. Kalaulah bukan karena nasihat tersebut berkaitan dengan kepribadian sang supir, mungkin akan aku sampaikan di sini. Hanya saja rahasia tetap harus di jaga.




KEMBALI KE KOTA SUCI MADINAH


Minta sebuah pena

Setelah bersiap-siap di hotel dan makan siang kami langsung beranjak menuju ke Bandara Cengkareng. Tatkala meninggalkan hotel beliau mengucapkan selamat tinggal kepada pemilik hotel, kemudian beliau mengeluarkan sebuah pena dan berkata kepada pemilik hotel, "Pena saya hilang, dan saya menemukan pena ini di kamar hotel, boleh saya pakai?". Serta merta saja sang pemilik hotel berkata, "Silahkan ya syaikh silahkan ya syaikh". Ini kelihatannya perkara sepele hanya sebuah pena, akan tetapi bagi syaikh itu bukan sepele, beliau harus tetap minta izin karena pena tersebut milik orang lain. Bisa saja kalau kita nganggap sepele maka akan datang syaitan dan berkata, "Ambil saja pena itu, itukan sarana yang diberikan pihak hotel kepada penghuni kamar sebagaimana pihak hotel menyediakan sabun dan shampoo".

Kamipun naik mobil menuju bandara. Syaikh mengeluarkan uang sejumlah 500 real lalu berkata kepadaku, "Firanda jangan lupa berikan uang ini ke si fulan (ahli herbal), usahakan dia untuk menerima uang ini bagaimanapun caranya, karena kemungkinan dia akan menolaknya". Di tengah perjalanan ada seorang ikhwan yang menelponku meminta izin agar syaikh mau mendoakan anak-anaknya di bandara, dan dia akan membawa anak-anaknya di bandara. Tatkala kami sampai di bandara nampak beberapa ikhwan yang sudah menunggu, diantaranya ikhwan yang tadi minta anak-anaknya didoakan. Akupun mengabarkan hal itu kepada syaikh, maka beliaupun memegang kepala anak ikhwan tersebut dan berdoa kepada Allah agar menyembuhkan anak tersebut, demikian juga syaikh diminta untuk mendoakan anaknya yang lain agar menjadi anak sholeh. Maka syaikh pun mendoakan anak tersebut. Di bandara kamipun bertemu dengan si ahli herbal, maka tatkala syaikh menjauh bersama ikhwan-ikhwan yang lain akupun memberikan uang tersebut kepada si ahli herbal, maka seperti sudah kuduga iapun menolak dengan keras sambil berkata, "Aku sudah senang sekali bisa mengkhidmah syaikh, dan aku tidak pingin uang tersebut". Akupun tetap berusaha keras untuk memasukkan uang tersebut ke kantongnya, akan tetapi diapun berusaha keras untuk menolaknya, seakan-akan kami sedang bertengkar. Maka masih ada satu jurus yang aku yakin bisa menjatuhkan ahli herbal ini, maka akupun berkata kepadanya, "Ini hadiah dari syaikh, dan bukan ongkos mijit. Bukankah Nabi tidak menolak hadiah?". Mendengar perkataanku ini iapun luluh dan menerima uang tersebut.


Semakin 'alim semakin semangat belajar

Setelah itu kamipun masuk ke ruang tunggu. Setelah kami memasuki ruang tunggu, ternyata petugas Saudi Airlines mengabarkan bahwa pesawat delay selama dua jam. Akhirnya kamipun duduk menunggu. Beliau kemudian berkata kepadaku, "Firanda, engkau punya uang?, aku mau pinjam. Soalnya uangku sudah habis". Aku katakan, "Uangku ada syaikh". Beliau kemudian meminjam uang senilai 1 juta rupiah, yang satu juta ini senilai 400 real. Beliau lalu berkata kepada, " firanda, aku lupa, anakku yang paling kecil Abdul Aziz belum aku belikan hadiah". Beliaupun keluar dari ruang tunggu, kemudian kira-kira satu jam kemudian beliau kembali sambil membawa sekantong hadiah buat putra bungsunya Abdul Aziz. Kamipun masih menunggu jadwal keberangkatan, aku melihat syaikh membuka buku dan belajar, sambil memberi catatan2 kecil di buku tersebut. Ternyata aku baru sadar itulah kenapa beliau meminta pena dari hotel, ternyata untuk belajar selama dalam perjalanan.

Batinku berkata, "Ternyata semakin tinggi ilmu seseorang semakin semangat belajar, bahkan di tengah keramaian seperti bandara, beliau tetap belajar dan memanfaatkan waktu".

Akhirnya pesawat berangkat, dan pertama kali pesawat transit adalah di bandara singapura. Para penumpang diminta untuk turun dari pesawat dan membawa seluruh barang bawaan. Kamipun keluar dari pesawat, beliau langsung mencari musholla. Lalu kamipun sholat magrib dan isya jama' ta'khiir. Selepas sholat, aku minta izin ke syaikh untuk ke kamar kecil. Tatkala aku balik ke musholla aku mendapati beliau sedang sholat, rupanya beliau sedang sholat witir. Setelah itu kamipun kembali naik ke pesawat untuk melanjutkan penerbangan.

Sempat aku menuju ke bagian depan pesawat untuk ke kamar kecil, ternyata aku melihat syaikh tidak tidur akan tetapi beliau sedang membaca sebuah buku. Subhaanallah di pesawatpun beliau belajar!!.

Akhirnya kami masih transit untuk ke dua kali di Riyadh, dan akhirnya kamipun tiba di bandara Jeddah. Dan tatkala di Jeddah kami harus mengambil barang bagasi, tatkala aku sedang mengambil bagasi ternyata aku baru sadar bahwa tiket pesawat dari Jeddah ke Madinah -milik kami berdua- yang aku bawa, ketinggalan di pesawat. Sementara keberangkatan dari Jeddah ke Madinah tinggal sekitar 20 menit lagi. Akhirnya aku agak kawatir (takut kena marah syaikh), karena sulit lagi untuk kembali ke pesawat dan waktunya tidak akan terkejar. Akhirnya aku kabarkan hal itu kepada beliau, beliaupun berkata dengan tenangnya –tanpa ada sedikitpun rasa marah-, "Tidak mengapa, kita coba laporkan ke petugas, siapa tahu bisa yang penting nomer boking tiket masih ada". Ternyata setelah diuruspun tidak bisa, karena pesawat tidak terkejar, hanya ada jadwal penerbangan menjelang dzuhur. Akhirnya kamipun naik mobil dari Jeddah menuju Madinah.

Ditengah perjalanan –tatkala mobil mengisi bahan bakar- syaikh kembali meminjam uangku seratus real. Beliaupun pergi ke mini market, ternyata beliau membeli coklat dan makanan2 ringan sekantong plastik lalu memberikannya kepadaku dan berkata, "Ini hadiah dariku untuk anak-anakmu, jadi hutangku sekarang 500 real", subhaanallah beliau meminjam uang dariku untuk membeli hadiah buat anak-anakku. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 sampai 4 jam akhirnya sampailah kami di kota tercinta Madinah. Sesampai di rumah syaikh tidak istirahat terlebih dahulu, ternyata beliau hanya ganti baju lalu menuju Universitas Islam madinah untuk menjalankan tugasnya sebagai dosen.



Demikianlah para pembaca yang budiman, semoga tulisan yang sedikit ini bisa membangkitkan kembali semangat kita yang mungkin mulai pudar dalam beramal dan dalam menuntut ilmu. Dan marilah kita semua mendoakan beliau Syaikh Abdurrozzaq agar Allah menjaga beliau dan menetapkan hati beliau di atas keikhlasan dan sunnah serta terus memberi taufiq kepada beliau. Karena bagaimanapun tidak seorangpun yang merasa aman dari fitnah, dan aku sangatlah yakin bahwa semakin beriman dan bertakwa dan semakin berilmu maka godaan dan cobaan yang dihadapi semakin besar. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda

أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ مِنْ النَّاسِ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ

Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi kemudian orang-orang sholeh kemudian yang terbaik dan seterusnya. Seseorang diuji berdasarkan agamanya, jika imannya kokoh maka akan ditambah cobaannya dan jika ternyata imannya lemah dikurangi cobaannya. (HR Ahmad 3/78 no 1481 dengan sanad yang hasan)

Akhirnya aku memohon maaf kepada para pembaca sekalian jika ada perkataan yang kurang berkenan, atau ada cerita yang sebenarnya kurang pantas untuk disampaikan. Dan aku ingatkan kepada para pembaca yang budiman, semua perkataan syaikh dan cerita-cerita yang disampaikan adalah termasuk periwayatan dengan makna dan berupa pendekatan. Bisa jadi ada kekurangan dalam cerita tersebut mengingat hapalan sang penulis sangatlah lemah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku dan juga para pembaca sekalian. Aaamiin yaa Robbal 'aalamiin.

bersambung ...

Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr -hafizhahullah- (seri 8)

[dikutip dari buku : "DARI MADINAH HINGGA KE RADIORODJA"

(Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr, hafizhahullah)

Oleh: Abu Abdil Muhsin Firanda]

Tiba di tempat kelahiranku Surabaya

Surabaya memang penuh kenangan, meskipun aku tidak pernah menetap di Surabaya akan tetapi bagaimanapun ada perasaan cinta terhadap kota ini. Bagaimana tidak… aku dilahirkan di kota besar ini. Ibuku adalah orang Surabaya dan sering bercerita kepadaku tentang kota ini. Meskipun aku dilahirkan di kota ini, namun baru berumur sebulan aku harus meninggalkan kota besar ini menuju kota Sorong di Irian Jaya karena mengikuti orang tua yang mengadu nasib di sana. Dan tidaklah aku berkesempatan untuk menginjak kembali tempat kelahiranku ini kecuali tatkala menginjak umur 20 tahun. Jadilah aku dikenal sebagai dai dari Irian Jaya.

Diantara cerita lucu yang pernah aku alami, tatkala di bulan Ramadhan tahun 2009 aku diminta untuk mengisi pengajian di kota Medan. Tatkala aku tiba di sana untuk menyampaikan kajian, tiba-tiba ada seorang –diantara para hadirin- yang nyeletuk, "Ana kira ustadz posturnya hitam besar berambut kribo seperti pemain bola Ruud Gulit". Rupanya orang ini mengira aku orang asli Irian Jaya yang berkulit hitam dan berambut kriting. Maka akupun menjelaskan kepadanya bahwa ayahku berasal dari suku bugis adapun ibuku dari Surabaya, akan tetapi aku besar di Irian Jaya. Kemudian akupun mencandai orang tadi, "Aku bukan seperti Ruud Gulit, akan tetapi aku seperti Marco van Basten yang berambut lurus". Orang itupun tertawa.

Alhamdulillah Allah masih memberikan aku kesempatan lagi untuk mengunjungi tempat kelahiranku, terlebih lagi dengan menemani syaikh Abdurrozzaq. Kami tiba di bandara Surabaya pada hari kamis di pagi hari, setelah itu kamipun beranjak menuju ke salah satu apartemen yang cukup mewah milik salah seorang dermawan yang ada di Surabaya. Tadinya syaikh meminta waktu satu jam untuk ke kamar kecil dan sarapan pagi serta persiapan untuk menuju ke lokasi pengajian, akan tetapi kenyataannya waktu yang tersedia tidak sampai satu jam. Kemudian kami langsung menuju ke lokasi pengajian. Syaikh tidak sempat beristirahat. Akan tetapi beliau tetap bersemangat tatkala mengisi pengajian. Di lokasi pengajian sudah berkumpul sekitar 350 orang yang bisa berbahasa Arab untuk mendengarkan nasehat beliau. Kemudian beliau mengisi pengajian hingga tiba waktu sholat dzuhur. Setelah sholat kami –beliau, aku dan ahli herbal- masuk ke sebuah kamar kecil yang tersedia di dalamnya dua tempat tidur. Beliaupun minta untuk dipijit –sambil kami menunggu diantarnya hidangan makan siang-. Tidak lama kemudian ada tiga orang santri mengantarkan hidangan makan siang, yang cukup mewah dan banyak. Akupun mengatur meja makan yang terdapat dalam kamar dan juga ikut mengatur hidangan tersebut. Tatkala tiga santri tersebut ingin keluar dari kamar maka syaikh melarang mereka untuk keluar, beliau meminta mereka untuk ikut serta makan siang bersama kami. Ketiga santri tersebut meminta maaf untuk tidak bisa makan bersama kami dengan alasan bahwa mereka sudah memiliki jatah makan siang. Akan tetapi syaikh tetap tidak mengizinkan mereka keluar, dan beliau tidak mau makan kecuali ketiga santri tersebut makan bersama kami. Akhirnya dengan malu-malu ketiga santri tersebut ikut makan bersama kami. Bahkan syaikh mengambilkan makanan bagi mereka, karena nampak sekali rasa malu pada wajah mereka. Berulang kali syaikh berkata kepadaku, "Firanda, tuangkan buat mereka sayur…", tidak berapa lama kemudian beliau berkata lagi, "Firanda berikan mereka ikan dan udang..", "Firanda ambilkan buat mereka buah…". Demikian seterusnya hingga makanan benar-benar bersih tidak tersisa sama sekali. Dan memang ini merupakan kebiasaan beliau, kalau makan beliau suka menghabiskan makanan tanpa sisa. Bahkan sering kali tatkala piring beliau bersih sebagian orang hendak menambah makanan ke piring beliau menyangka bahwa beliau minta tambah, akan tetapi beliau menolak tambahan tersebut seraya berkata, "Endak, aku udah cukup, hanya saja aku suka membersihkan piring".

Tatkala kami makan bersama ketiga santri tersebut syaikh mengajak ketiga santri tersebut ngobrol, beliau bertanya tentang asal mereka. Ternyata ketiga-tiganya berasal dari tempat yang berbeda-beda dan saling berjauhan. Maka syaikh berkata, "Alhamdulillah yang telah mengumpulkan kita dari tempat yang berbeda-beda di atas keimanan". Bahkan syaikh sempat mencandai mereka seraya berkata, "Firanda kalau nanti mereka mau mengambil jatah mereka diluar kabarkan ke panitia bahwa mereka bertiga sudah makan siang bersama kita". Ketiga santri tersebutpun tertawa.

Setelah makan syaikhpun istirahat, dan beliau juga menyuruhku untuk istirahat dalam kamar tersebut mengingat telah disediakan dua tempat tidur. Akan tetapi aku katakan bahwa aku hendak keluar. Maka beliau bersih tegas dan berkata, "Pokoknya, kamu harus tidur di sini, jangan tidur di tempat lain". Sepertinya syaikh melihat tanda letih pada wajahku sehingga beliau bersikeras agar aku tidur di kamar beliau. Dan memang sebenarnya aku juga udah letih, hanya saja aku tidak ingin mengganggu beliau, karena beliau belum istirahat sejak subuh, dan semalampun beliau kurang tidur, serta hanya tinggal 1 jam lagi adzan sholat ashar akan dikumandangkan. Akupun berkata, "Ya syaikh, afwan ana ingin keluar mau nelpon keluarga, insyaa Allah nanti ana tidur selepas sholat ashar pas antum lagi ngisi kajian". Beliau berkata, "Jika perkaranya demikian maka silahkan". Aku berkata, "Insyaa Allah jam 3 sore tepat aku akan bangunkan antum untuk persiapan sholat ashar".

Selepas sholat ashar kembali syaikh mengisi pengajian hingga tiba waktu sholat isya. Demikianlah syaikh, kalau sudah mengisi pengajian beliau sangat semangat, meskipun terkadang para hadirinnya yang malah letih. Dan ini sering kita rasakan tatkala menghadiri dauroh-dauroh masyayikh di kota Madinah pada waktu musim panas. Beliau biasanya memilih jadwal pengajian beliau selepas sholat subuh langsung dan berlangsung hingga sekitar pukul 8 pagi. Yaitu pengajian beliau bisa jadi berlangsung 3 jam tanpa berhenti. Dan waktu seperti itu biasanya para hadirin diserang rasa ngantuk berat. Akan tetapi beliau tetap bersemangat dalam mengisi pengajian. Demikian juga tatkala di Surabaya, meskipun beliau kurang istirahat, sejak subuh tidak tidur dan hanya tidur 1 jam ditambah lagi keletihan bersafar serta tubuh beliau yang kurang sehat, akan tetapi semangat beliau tidak kendor dalam mengisi pengajian.

Selepas sholat isya kamipun diundang makan di rumah salah seorang ikhwan di Surabaya, dan tidak lupa ikhwan tersbut menghadirkan durian buah kesukaan syaikh. Beliaupun memakan durian dengan lahapnya. Setelah itu kamipun balik ke apartemen, dan setiba di apartemen syaikh kembali minta untuk dipijit oleh si ahli herbal yang senantiasa setia menemani perjalanan kami. Beliau dipijit sekitar 1 jam, dari jam 11 malam hingga jam 12 malam. Beliau sempat mengingatkan aku untuk bertanya kapan pas waktu adzan subuh.

Tatkala dipijit –seperti biasa- aku sering bertanya-tanya kepada beliau untuk memperoleh faedah. Dan rupanya kesempatan ini digunakan juga oleh si ahli herbal, dia minta agar syaikh menasehatinya. Syaikhpun tanpa ragu-ragu menasehati ahli herbal ini pada beberapa point. Diantaranya nasehat beliau kepadanya agar hati-hati tatkala mengobati wanita, sesungguhnya fitnah wanita adalah fitnah terbesar bagi kaum pria. Dan syaitan sangat bersemangat untuk menggelincirkan kaum pria dengan menggunakan wanita sebagai perangkap. Diantara nasehat beliau juga hendaknya ahli herbal ini berusaha untuk mengungkap bentuk-bentuk pengobatan yang berbau mistis dan kesyirikan agar umat bisa terhindar dari tipuan dan bulan-bulanan mereka. Diantara nasehat beliau juga adalah agar ahli herbal ini mengajarkan beberapa orang khusus dengan gratis untuk mewarisi ilmunya sehingga bisa lebih bermanfaat bagi kaum muslimin.

Tatkala mendengar nasehat-nasehat yang sangat berharga ini beliaupun menghaturkan ucapan terima kasih kepada beliau.

Setelah selesai mijit kamipun tidur, sebelum tidur beliau mengingatkan kepada kami untuk bertemu jam 4.30 pas untuk melaksanakan sholat subuh berjam'ah di kamar, karena adzan memang tidak kedengaran di apartemen tersebut. Malam itu aku dan si ahli herbal merasa letih hingga akhirnya kamipun terlambat bangun. Sekitar puku 4.35 syaikh mengetuk pintu kamarku, akupun segera bersiap-siap demikian juga si ahli herbal ini. Setelah memasuki kamar beliau ternyata beliau sudah menyiapkan sajadah untuk kami sholat berjama'ah. Beliaupun memerintahkan kami untuk sholat sunnah fajar terlebih dahulu setelah itu beliaupun memimpin kami sholat subuh. Meskipun beliau letih, dan jelas lebih letih daripada kami beliau tetap menjalankan sunnah nabi dalam sholat subuh tatkala hari jum'at, yaitu membaca di raka'at pertama surat as-sajdah dan di raka'at kedua membaca surat al-insaan.

Sekitar jam 9.15 kami berangkat untuk mengunjungi salah sebuah pesantren di Surabaya, setelah itu kamipun berangkat ke mesjid Agung di Surabaya karena syaikh akan menyampaikan khutbah jum'at di masjid tersebut.

Selepas sholat jum'at khutbah diterjemahkan oleh salah seorang ustadz di Surabaya, setelah itu di buka forum tanya jawab dengan para jama'ah. Tatkala itu banyak orang awam yang hadir, dan mungkin beragam juga pemahaman mereka. Diantara pertanyaan yang menarik –sepertinya ingin menimbulkan kericuhan- sebuah pertanyaan yang disampaikan langsung oleh salah seorang jam'ah yang hadir. Inti dari pertanyaan tersebut, "Ya syaikh, kenapa kaum muslimin sepertinya tidak suka dengan keluarga Nabi?". Setelah itu syaikh menjawab dengan jelas dan tegas akan aqidah Ahlus Sunnah terhadap keluarga Nabi, bahwasanya Ahlus Sunnah cinta dan menghormati keturunan Nabi. Setelah itu syaikh menyebutkan bukti bahwa Ahlus Sunnah dan kaum muslimin cinta pada keturunan Nabi. Beliau memberi kaidah bahwasanya tidaklah seseorang memberi nama kepada anaknya kecuali dengan nama seseorang yang dicintainya. Kemudian beliau menjelaskan bahwa banyak orang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab benci kepada keluarga dan keturunan Nabi. Maka kata syaikh ini merupakan tuduhan dusta, karena syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memiliki 6 orang putra dan seorang putri, semuanya diberi nama dengan nama keluarga nabi kecuali hanya salah seorang putranya yang bernama Abdul Aziz. Dan ini merupakan kebiasaan ulama Ahlus Sunnah, yaitu memberikan nama putra putri mereka dengan nama-nama alul bait. Bahkan ayah saya Syaikh Abdul Muhsin Al-'Abbad juga memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama keturunan nabi.

Setelah menjelaskan kaidah ini, beliau kemudian bertanya kepada para hadirin jam'ah sholat jum'at, beliau berkata, "Siapa yang salah satu nama anaknya seperti nama keturunan nabi hendaknya mengangkat tangan". Rupanya banyak sekali yang mengangkat tangan. Setelah itu beliau berkata, "Lihatlah yang angkat tangan sangatlah banyak, ini menunjukan bahwa pernyataan si penanya bahwa kaum muslimin tidak suka dengan keluarga nabi adalah pernyataan yang tidak benar".

Cara menjawab syaikh seperti ini banyak yang membuat para hadirin kagum, demikian juga ustadz-ustadz yang ada di Surabaya, mereka berujar, "Syaikh sangat cerdas…"

Setelah itu kamipun menuju bandara karena jadwal keberangkatan kalau tidak salah jam 4 sore. Di tengah perjalanan kami beserta panitia di Surabaya mampir di sebuah restoran Indonesia untuk makan siang. Tatkala itu diantara hidangan yang ada adalah nasi putih, ikan goreng, dan sayur kangkung. Rupanya tatkala makan syaikh melihat aku lahap sekali makan sayur kangkung. Beliau sempat bertanya kepadaku, "Sayur apa itu?", aku katakan, "Syaikh ini adalah munawwim (obat tidur)", kata beliau, "Kalau gitu berikan yang banyak sayur itu untukku, karena aku ingin bisa tidur di pesawat". Demikianlah syaikh tidak pernah "rewel" dalam masalah makanan selama kami di Indonesia. Bahkan nasi putih –yang biasanya tidak disukai orang arab-pun disantap habis oleh beliau. Bahkan sayur kangkung..??!!.

Setelah itu kamipun berangkat dari Surabaya menuju ke Jakarta.


Kembali ke Jakarta

Akhirnya kembali lagi kami menginjakkan kaki ke Jakarta. Kami tiba di bandara cengkareng sekitar pukul 5 sore. Tatkala itu yang menjemput kami ada seorang ustad yang ditemani oleh salah seorang pilot garuda yang juga suka mendengarkan ceramah syaikh di radiorodja. Syaikh sempat menyuruhku untuk menyampaikan kepada pilot tersebut rasa terima kasih beliau karena harus merepotkan sang pilot. Sang pilot pun berkata, "Aku yang senang bisa membantu beliau". Cobalah lihat bagaimana akhlak syaikh, beliau berusaha memberitahu kepada sang pilot rasa terima kasih beliau. Tentunya hal ini akan menyenangkan hati sang pilot. Hal ini berbeda dengan sebagian ustadz yang tatkala dilayani oleh para mad'u maka seakan-akan itu sudah kewajiban mereka untuk menghormati dan melayani ustadz, sehingga terkadang lafal "Jazakallahu khairo (mantur nuwon)" tidak atau jarang terlontarkan dari mulut sang ustadz.

Lalu kami kembali berangkat menuju hotel, dan tatkala kami tiba di hotel kamipun sholat magrib. Setelah itu aku minta izin ke syaikh untuk tidak bisa hadir dalam acara makan malam dan ramah tamah malam ini yang diadakan di hotel tersebut karena aku harus tidur di rumah teman untuk bertemu dengan om-ku yang rumahnya terletak dengan rumah temanku tersebut. Alhamdulillah syaikh mengizinkan aku. Namun beliau sempat bertanya, "Kapan kita ketemu lagi", aku katakan, "Besok pagi insyaa Allah sekitar jam 9 pagi di lokasi pengajian".

Keesokan harinya beliau mengisi pengajian di hadapan para dai dari sekitar pulau jawa yang berjumlah sekitar 300 peserta. Memang peserta terbatas mengingat kapasitas aula tempat dilangsungkannya pengajian juga terbatas. Aula tersebut disediakan oleh salah seorang menteri, dan menteri tersebutlah yang membuka acara tersebut dengan menyampaikan kesannya terhadap dakwah Ahlus Sunnah terlebih lagi dengan kehadiran radiorodja. Aku duduk di samping sayikh dan menerjemahkan langsung apa yang disampaikan oleh pak menteri. Setelah itu aku duduk menjauh dari syaikh. Tidak lama kemudian syaikh diminta untuk mengisi pengajian, akan tetapi ternyata sebelum syaikh menyampaikan pengajian beliau sempat menyampaikan rasa gembiranya dengan sambutan pak mentri dan beliau juga mendoakan pak menteri, setelah itu baru beliau mengisi pengajian untuk para dai. Aku masih ingat tatkala sebelum beliau naik ke podium beliau sempat memanggilku dan memintaku untuk mencatat nama pak mentri dalam bahasa Arab untuk beliau hapalkan. Padahal nama pak menteri agak sulit juga kalau diucapkan dalam bahasa Arab, akan tetapi beliau tetap menghapalkannya dan beliau sebutkan nama menteri tersebut tatkala beliau menyampaikan rasa gembira beliau terhadap sambutan pak mentri. Kemudian beliaupun mengisi pengajian hingga tiba waktu sholat dzuhur.

Setelah acara makan siang acara pengajian dilanjutkan hingga jam dua, dan tatkala jam dua tepat syaikh memberhentikan materi yang disampaikannya kemudian beliau membuka forum tanya jawab. Pertanyaan pertama yang disampaikan kepada syaikh adalah pertanyaan dari salah seorang da'i yang risau dengan adanya khilaf yang terjadi diantara para dai. Dai ini berkata yang intinya, "Ya syaikh, sesungguhnya bertemu dengan anda adalah kesempatan emas yang harus dimanfaatkan. Kita mengetahui bersama akan berkembangnya dakwah ahlus sunnah, meskipun demikian masih ada perselisihan yang timbul di antara para dai. Diantaranya permasalahan yayasan….". belum lagi sang dai melanjutkan pertanyaannya syaikh dengan serta merta menegurnya dengan berkata, "Tidak perlu diperinci contoh perselisihan yang ada, aku tidak butuh dengan perincian". Kemudian beliau menasehati kepada dai tersebut dan para dari seluruhnya hadir dengan berkata yang intinya, "Aku Alhamdulillah selama 6 hari di Indonesia di beberapa tempat Alhamdulillah aku menemukan ahlus sunnah bersatu…, kalau ada kesalahan diantara para dai maka itu merupakan hal yang wajar…"

Demikianlah syaikh, beliau paling tidak suka masuk dalam kancah perselisihan, dan beliau selalu berusaha menjauhi. Bahkan setelah itu beliau berkata kepadaku, "Aku sengaja memotong pertanyaan dai tersebut agar para hadirin tahu bahwasanya aku tidak suka masuk dalam perincian khilaf diantara para dai". Begitulah sifat syaikh, tidak suka ada perselisihan, dan beliau selalu berusaha untuk mendamaikan. Aku jadi ingat pernah suatu saat ada perselisihan yang timbul diantara para dai dari sebuah Negara. Sebagian dai yang berselisih tersebut masih belajar di kota Madinah, merekapun mengunjungi syaikh dan menyampaikan keluhan mereka terhadap sebagian dai-dai senior yang mengeluarkan kebijaksanaan yang kurang bisa diterima. Tatkala itu kebetulan aku sedang di rumah syaikh, jadi ikut mendengarkan keluhan mereka. Beberapa hari kemudian syaikh bertemu dengan dai-dai senior yang dikeluhkan tersebut dan kebetulan aku juga sedang bersama dengan syaikh, maka beliaupun berkata kepada dai-dai senior tersebut, "Si fulan dan si fulan serta teman-teman mereka di Madinah (maksud syaikh dari-dai muda yang masih belajar di Madinah yang mengeluhkan dai-dai senior) selalu memuji-muji kalian, dan selalu menyebutkan kebaikan-kebaikan kalian". Demikan kata syaikh kepada dai-dai senior tersebut. Setelah dai-dai senior tersebut pergi syaikh berkata kepadaku, "Ya Firanda tidak ada yang lebih baik daripada mendamaikan diantara dua pihak yang bersengketa". Kemudian beliau membaca firman Allah

لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا (١١٤)

“tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS An-Nisaa' 114).

Pada pukul 14.30 kami langsung beranjak menuju radiorodja. Dan Alhamdulillah kami tiba di radiorodja tatkala sholat ashar. Sebelum masuk mesjid syaikh sempat menyalami para ikhwah yang ada di sana. Tatkala ada seorang tua di depan masjid syaikh langsung memeluk orangtua tersebut menunjukan rasa hormat beliau terhadap orang tua itu.

Selepas sholat ashar syaikh langsung mengisi pengajian di radiorodja. Sebelum mengisi di studio radiorodja beliau sempat bertemu dengan anak-anak kecil yang sudah berkumpul di halaman studio radiorodja. Beliau berjabat tangan dengan anak-anak tersebut, serta beliau membagi-bagikan kue-kue dan buah-buahan yang ada dimobil yang disediakan buat beliau. Tidak cukup sampai di situ, kebetulan di dekat studio ada sebuah kios kecil yang menjual roti, maka syaikhpun mengeluarkan uang 100 real kemudian beliau berkata, "Firanda beli semua roti yang ada di kios tersebut, kemudian bagi-bagikan ke anak-anak!".

Setelah mengisi pengajian di radiorodja kamipun kembali menuju hotel dan beristirahat untuk persiapan acara inti besok hari ahad tanggal 17 januari 2010 yaitu tabligh akbar di masjid Istiqlal.

Keesokan harinya setelah sarapan pagi kamipun berangkat menuju masjid Istiqlal, dan ternyata masjid sudah penuh dengan para hadirin. Syaikhpun memberi ceramah beliau yang berjudul "Sebab-sebab kebahagiaan" dari jam 9 hingga tiba waktu sholat dhuhur. Alhamdulillah pengajian berjalan dengan lancar yang dihadiri oleh hadirin sejumlah 100 ribu lebih. Pengajian yang penuh dengan nasehat yang sangat bermanfaat bagi kita penduduk Negara Indonesia.

Di akhir pengajian, aku sempaikan kepada para hadirin sekalian bagaimana kecintaan Syaikh kepada rakyat Indonesia yang dikenal dengan sopan santunnya dan adabnya yang tinggi, . Dan juga kelembutan mereka serta sikap mereka baik, sabar, dan tidak suka ribut …. Tatkala aku sampaikan kalimat yang terakhir ini, "Bahwasanya orang-orang Indonesia baik, sabar, dan tidak suka ribut" para hadirin pun serentak tertawa. Rupanya perkataan syaikh bahwasanya orang Indonesia "tidak suka ribut" menggelikan hati para hadirin mengingat betapa banyak keributan di tanah air kita. Syaikhpun sempat heran tatkala melihat para hadirin ketawa karena beliau merasa tidak melucu, akhirnya beliaupun menanyakan hal ini kepadaku lalu aku jelaskan perkaranya, maka beliaupun ikut tertawa.

Memang beberapa kali syaikh mengungkapkan akan kekaguman beliau terhadap adab dan sopan santun orang-orang Indonesia. Bahkan beliau sempat terheran-heran tatkala beliau mengisi pengajian di mesjid Istqlal ada salah seorang hadirin yang minta izin untuk berwudu dengan mengangkat tangan sambil memberi isyarat kepada syaikh bahwasanya dia ingin keluar dari masjid. Kata syaikh, "Subhaanallah, sempat-sempatnya dia angkat tangan minta izin, padahal jarak antara aku dan dia sangat jauh". Tentunya hal seperti ini di kalangan kita orang Indonesia adalah hal yang biasa, namun fenomena seperti ini memang tidak pernah dilihat oleh syaikh sebelumnya, baik di Arab Saudi maupun di negara-negara lain yang pernah beliau kunjungi.

Usai sholat dhuhur kami kembali sebentar ke hotel, setelah itu aku dan syaikh diantar oleh salah seorang supir (yang dia juga merupakan salah satu donatur radiorodja) menuju pasar tanah abang untuk belanja hadiah buat keluarga syaikh di Madinah. Tatkala sampai di pasar, sang supir meminta maaf kepada syaikh karena tidak bisa untuk memarkirkan mobilnya dekat dengan pasar, tapi harus jauh dari pasar karena saking padatnya. Tatkala sang sopir hendak parkir maka seperti biasa ada tukang parkir yang membantu parkiran untuk nantinya diberi ongkos jasa parkir. Syaikh sempat heran melihat kehadiran tukang parkir ini, beliau sempat bertanya kepadaku, "Firanda, buat apa orang itu bantu parkir, kan abu fulan (pak supir) bisa parkir sendiri tanpa bantuannya?". Memang wajar kalau syaikh terheran-heran, karena di Arab Saudi memang tidak ada pemandangan seperti ini. Maka aku jelaskan, "Ya syaikh, dia itu sedang mencari nafkah, karena kemiskinan di Negara kami sehingga berbagai model kerjaan dilakukan, diantaranya kreasi para tukang parkir".

Sebaliknya tatkala ada seseorang yang berangkat ke tanah suci dan bertemu saya di kota Madinah, diapun terheran-heran, karena selama kita berjalan-jalan mengelilingi kota Madinah dia sama sekali tidak melihat ada seorang tukang parkirpun.

Setelah mobil kami parkir kamipun berjalan menuju pasar Tanah Abang, dan tatkala itu kondisi pasar bagian luar agak becek, bahkan sebagian tempat tergenang air. Namun meskipun syaikh harus berjalan agak jauh dan harus melewati tanah yang becek bahkan berair serta penuh dengan keramaian namun beliau sama sekali tidak mengeluh. Kamipun memasuki pasar Tanah Abang, dan beliau memang ingin mencari baju-baju wanita khas Indonesia terutama yang bernuansa batik. Akhirnya setelah lama berputar-putar sudah banyak baju yang dibeli beliau. Demikian juga beliau membeli baju untuk anak-anak bahkan untuk bayi, karena beliau masih memiliki seorang putra yang berumur belum setahun. Selain itu beliau juga belikan untuk cucu-cucu beliau. Banyak yang beliau belanja, dan untuk sementara yang membayar adalah sang sopir, karena syaikh hanya membawa uang real, tidak membawa uang rupiah.



Rahmat kepada pelaku kemaksiatan

Tidak terasa ternyata udah masuk waktu ashar, dan subhaanallah ternyata kumandang adzan ashar terndengar di dalam pasar, hal ini sangat menyenangkan hati beliau. Kamipun menuju musolla, ternyata mushollanya sangat kecil, ukurannya kira-kira 2 kali 6 meter. Sehingga orang-orang pada sholat sendiri-sendiri sementara banyak orang yang ngantri. Aku dan syaikhpun ikutan ngantri. Musolla kecil tersebut terbagi menjadi 2 saf, saf depan untuk para lelaki dan saf belakang untuk para wanita. Ternyata –alhamdulillah- banyak juga mbak-mbak yang ngantri ingin melaksanakan sholat. Dan suatu pemandangan yang aneh bagi syaikh, ada beberapa wanita yang tidak berjilbab, bahkan ada yang memakai pakaian menor (alias banyak yang aurotnya kelihatan) akan tetapi ikut ngantri untuk sholat sambil membawa mukena. Syaikh bergumam, "Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka karena sholat mereka ini. Kasihan… karena kejahilan mereka".

Aku tertegun tatkala mendengar ucapan dan doa syaikh ini. Yang sering aku dapati banyak dai tatkala melihat seseorang melakukan kemaksiatan –seperti membuka aurot atau terjerumus dalam bid'ah atau kesyirikan atau kemaksiatan-kemaksiatan yang lain- serta merta marah dan tidak member udzur kepada pelaku maksiat tersebut, bahkan bisa jadi terlontar cacian dan makian kepada pelaku maksiat tersebut. Akan tetapi syaikh di sini memandang para wanita yang terbuka aurotnya tersebut dengan pandangan rahmat, semoga Allah memaafkan mereka. Bahkan syaikh berusaha mencari udzur buat mereka dengan berakta, "Karena kejahilan mereka …".

Sepertinya hal ini adalah hal yang sepele, tapi ketahuilah para pembaca sikap ini merupakan sikap yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang da'i tatkala berdakwah. Sebagian da'i ketika berdakwah memasang kuda-kuda menyerang dan seakan-akan pelaku maksiat yang ada dihadapannya memang harus diserang dan tidak ada udzur baginya. Sehingga sang dai tidak menunjukan rasa rahmatnya kepada para pelaku maksiat. Sehingga hal ini berpengaruh dalam pola dakwahnya yang akhirnya dipenuhi dengan kekerasan dan kekakuan. Berbeda dengan seorang da'i yang sejak awal sudah menanamkan rasa ibanya kepada pelaku maksiat, maka dia akan berusaha berdakwah dengan sebaik-baiknya karena kasihan kepada para pelaku maksiat, dan harapannya agar mereka bisa memperoleh hidayah dengan sebab dia.



Tidak lupa membeli mainan untuk anak-anak

Setelah kami sholat kami melanjutkan lagi belanja karena beliau ingin memberikan hadiah bagi seluruh anggota keluarga beliau, buat putra putri beliau, istri-istri beliau, juga cucu-cucu beliau.

Tatkala kami hendak keluar dari pasar tanah abang syaikh melewati seroang wanita yang menjual mainan gasing dengan lampu-lampu yang berputar. Akan tatapi gasing-gasing tersebut mengeluarkan musik. Beliau tertarik dan bertanya kepada wanita penjual tersebut, "Apakah ada gasing yang berputar tanpa musik?". Alhamdulillah ternyata ada, akhirnya syaikh mengatakan bahwasanya beliau mau beli lebih dari sepuluh butir dan beliau minta didiskon. Setelah tawar menawar akhirnya penjual tersebut menurunkan harganya, tapi syaikh belum sepakat dengan harga tersebut. Aku katakan, "Ambil saja syaikh, nanti susah lagi nyarinya!!", kata syaikh ,"Tinggalkan saja wanita itu, nanti toh dia akan memanggil kita". Ternyata benar tatkala kami pura-pura berpaling sang wanita memanggil kami dan setuju dengan harga yang diajukan syaikh. Hatiku berkata, "Ternyata syaikh juga pintar nawar, tidak seperti aku".

Tidak lama kemudian beliau berhenti beberapa menit, ternyata pandangan beliau tertuju pada mainan boneka monyet kecil yang bersaltu dengan sendirinya. Memang lucu mainan tersebut. Syaikh berkata kepadaku, "Mainan ini menarik, hanya saja berbentuk patung monyet". Beliaupun tidak jadi membeli mainan tersebut. Akhirnya kamipun keluar dari pasar Tanah Abang. Ternyata sang supir yang tadi mengantar kami belanja dan yang memegang seluruh plastik belanjaan syaikh merasa ada barang belanjaan syaikh yang ketinggalan. Supir ini agak grogi juga dan merasa bersalah karena menurut dia ada satu kantong plastik yang kurang. Dan si supir benar-benar merasa tidak enak dan terus merasa bersalah. Namun syaikh memegang pundaknya seraya berkata, "Ya Abu fulaan, tidak usah kawatir, tidak mengapa kalau hilang. Namun bisa jadi juga tidak hilang". Namun sang supir masih saja merasa bersalah. Syaikh kembali memegang pundaknya sambil berkata, "Ya abu fulaan, jangan dipikirkan dan jangan kawatir dan tidak perlu bersedih. Perkaranya ringan". Subhaanallah beliau sama sekali tidak marah dan tidak mengeluh, bahkan menenangkan sang supir".

Kamipun akhirnya keluar dari pasar Tanah Abang. Waktu menunjukan akan masuk waktu sholat magrib. Aku katakan, "Yaa syaikh kita akhirkan sholat magrib saja, kita jamak dengan sholat isya, kita kan musafir?". Beliau berkata, "Iya kita memang musafir, akan tetapi si abu fulan (sang supir) bukan musafir, dia harus sholat pada waktunya". Kemudian syaikh bercerita, "Suatu saat aku pernah di Brazil, aku bersama beberapa ikhwah dalam satu mobil, kami sedang menuju suatu tempat, dan waktu sudah menunjukan masuk sholat ashar. Mereka yang bersamaku memang agak lemah iman mereka (kemungkinan masih baru masuk Islam), maka akupun berkata kita harus berhenti sholat ashar. Mereka berkata, "Kita belum sampai tujuan, nati saja sholat asharnya". Aku berkata, "Tidak kita harus berhenti waktu ashar akan habis". Akhirnya kamipun berhenti dan akupun adzan sendiri kemudian sholat dengan salah seorang diantara mereka, adapun yang sisanya tidak ikut sholat dan hanya menunggu. Tatkala kami sedang sholat tiba-tiba banyak anak-anak kecil berkerumun di sekelilng kami, rupanya mereka anak-anak beragama Kristen, dan mereka tidak pernah melihat gerakan sholat".

Akhirnya kami sholat magrib di sebuah mesjid di pinggir jalan. Setelah sholat kami sempat mampir di salah satu supermarket untuk mencari pakaian olahraga untuk putra beliau. Alhamdulillah kami mendapatkannya. Tatkala kami hendak keluar, syaikh mengingatkan aku, "Firanda aku ingin beli coklat". Aku katakan "Syaikh coba beli silverqueen, itu coklat yang paling aku sukai hanya saja tidak ada di Arab Saudi". Beliau berkata, "Bukan…, tapi buat anak-anak yang akan kita temui di radiorodja. Akhirnya kamipun membeli hadiah coklat yang cukup banyak untuk beliau bagi-bagikan untuk anak-anak. Tanpa aku sadari ternyata beliau juga membeli silverqueen 2 buah. Tatkala kami naik mobil syaikh membuka salah satu silverqueen kemudian beliau memakannya sambil berkata, "memang benar enak", beliau lalu memberikan sepotong coklat kepadaku dan juga kepada sang supir.

Alhamdulillah kami tiba di radiorodja pas dikumandangkan adzan sholat isya, kamipun sholat isya. Selepas sholat isya syaikhpun mulai membagi-bagi cokelat kepada anak-anak. Setelah itu syaikhpun mengisi kajian di radiorodja. Setelah kajian syaikh masih sempat membagi-bagikan cokelat kepada anak-anak yang belum kebagian cokelat. Tatakala semua anak sudah kebagian cokelat syaikh memanggil seorang ikhwan yang aku mengenalnya –dan dia sudah lulus SLTA, hanya saja wajahnya masih babyface- syaikhpun memberikan kepadanya cokelat silverqueen yang masih tersisa satu. Kata syaikh, "Meskipun dia sudah besar, tidak ada salahnya kita kasih coklat, insyaa Allah dia akan senang".

Malam itu kami kembali bermalam di hotel, dan tatakala di pagi hari syaikh diundang pemilik hotel untuk sarapan pagi. Tepat jam 8 pagi syaikh turun menuju ruang makan, rupanya beliau tidak pingin sarapan pada pagi hari itu. Beliau hanya meminum teh dan menemani kami sarapan pagi. Subhaanallah meskipun beliau tidak sarapan pagi akan tetapi beliau tetap memenuhi undangan pemilik hotel untuk sarapan pagi, tidak lain adalah untuk menyenangkan hatinya.

bersambung ...