Tampilkan postingan dengan label Bantahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bantahan. Tampilkan semua postingan

Perjalanan Nur Muhammad

Oleh: Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf

Al Kisah :
Ibnu Ishaq berkata :
Setelah Abdulloh (bapak Rosululloh) selamat dari penyembelihan dengan dibayar dengan 100 ekor unta, maka Abdul Mutholib mengajaknya pergi. Saat berada dekat ka’bah lewatlah seorang wanita dari Bani Asad bin Abdul Uzza, namanya Ummu Qottal binti Naufal bin Asad, dia adalah saudari Waroqoh bin Naufal. Saat wanita tersebut melihat wajah Abdulloh, maka dia berkata : Engkau mau pergi kemana wahai Abdulloh ? Abdulloh menjawab : Saya mau pergi bersama bapakku.” Wanita itu pun berkata : Saya akan memberimu unta sebanyak yang disembelih sebagai gantimu, tapi setubuhilah saya sekarang.” Abdulloh berkata : Saya sedang bersama bapakku dan saya tidak bisa untuk menyelisihi serta berpisah dengannya.”
Selanjutnya Abdul Mutholib membawa Abdulloh menemui Wahb bin Abdu Manaf bin Zahroh (dia adalah bapaknya Aminah, ibunda Rosululloh) lalu dia menikahkan putrinya Aminah dengan Abdulloh, dan saat itu Aminah adalah wanita Quraisy yang paling agung nasab dan kedudukannya.
Lalu Abdulloh pun mengumpulinya dan Aminah pun hamil Rosululloh, kemudian Abdulloh keluar menemui wanita yang menawarkan dirinya kemarin, dan saat itu wanita tersebut masih berada di tempat semula. Abdulloh berkata : Kenapa engkau tidak menawarkan dirimu sebagaimana yang engkau lakukan kemarin ? Wanita itu menjawab : Cahaya yang ada padamu kemarin telah hilang darimu, maka saya tidak butuh padamu lagi.” Hal ini dilakukan oleh wanita tersebut karena dia mendengar dari saudaranya Waroqoh bin Naufal yang saat itu sudah memeluk agama nashroni, dia berkata bahwa akan muncul dari ummat ini seorang nabi dari keturunan Isma’il.”
Akhirnya dari rahim Aminah binti Wahb lahirlah Rosululloh dengan nasab yang mulia, karena bapaknya adalah Abdulloh bin Abdul Mutholib, sedangkan Abdul Mutholib adalah pemimpin Quraisy, dan ibunya adalah wanita Quraisy yang mulia ditambah lagi dengan cahaya yang terdapat pada diri Abdulloh yang kemudian berpindah pada Aminah.
(Lihat Siroh Ibnu Hisyam 1/100 dengan sedikit diringkas)

Kemasyhuran kisah ini :
Kisah ini sangat masyhur dan banyak dikisahkan terutama pada bulan Robiul awal yang merupakan bulan kelahiran Rosululloh. Dimana banyak orang yang merayakan acara maulid nabawi yang jelas-jelas bid’ah.
Dalam-acara tersebut sering dikisahkan dan bahkan hal ini sudah menjadi keyakinan mereka bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Alloh adalah Nur (cahaya) Muhammad, kemudian Alloh meletakkanya pada rahim Hawa, kemudian nur inipun pindah dari satu rahim ke rahim lainnya dengan cara pernikahan yang mulia dan pada orang-orang yang mulia, sampai akhirnya sampailah kepada Abdulloh yang kemudian berpindah kepada Aminah, yang kemudian dari nur itulah lahir nabi Muhammad. Kisah inilah yang sering diistilahkan dengan perjalanan Nur Muhammad.

Derajat kisah :
Kisah ini munkar
Takhrij kisah : (1)
Kisah ini diriwayatkan dari beberapa jalan :
Pertama :
Kisah diatas diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Dala’ilun Nubuwwah 1/102, beliau berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al Hafidz, berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub, berkata : ” Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Jabbar, berkata : Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair dari Muhammad bin Ishaq berkata : – sebagaimana kisah diatas-
Sisi kelemahan jalan ini :
Dalam sanadnya terdapat Ahmad bin Abdul Jabbar.
Imam Adz Dzahabi berkata tentang dia : Bukan hanya satu orang yang melemahkan dia. Ibnu Adi berkata : Saya melihat para ulama’ sepakat atas kelemahannya, hanya saja saya tidak mengetahui haditsnya yang munkar.
Berkata Muthoyyin : Dia berdusta.
Abu Hatim mengomentarinya : Dia bukan orang yang kuat.
Kesimpulannya dia adalah orang yang lemah, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Taqrib Tahdzib no : 64
Kisah ini bersumber dari Muhammad bin Ishaq, dan beliau meriwayatkan dalam Maghozi beliau tanpa sanad.
Matan kisah ini mudlthorib. Hal ini disebabkan tidak jelasnya nama wanita yang menawarkan dirinya pada Abdulloh (bapak Rosululloh), karena kalau dilihat dalam semua riwayat yang menceritakan kisah ini, maka akan ditemukan bahwa nama wanita ini berbeda beda. Ada yang menyebutkan dengan nama Ummu Qottal, ada yang Laila al Adawiyyah, ada yang menyebutkan bahwa dia adalah seorang wanita dukun dari daerah Tubalah, ada lagi yang menyatakan bahwa dia adalah wanita dari Khots’am dan masih ada beberapa yang lainya.
Dalam kisah ini disebutkan bahwa Abdulloh datang lagi kepada wanita tersebut untuk berzina, dan ini bertentangan dengan kaedah umum tentang kesucian nasab para nabi.
Kedua :
Dari Ibnu Abbas berkata :
“Ada seorang wanita dari bani Khots’am menawarkan dirinya (untuk berzina) pada waktu musim haji, dia adalah seorang wanita yang cantik, dia datang untuk thowaf di baitulloh sambil membawa sebuah barang seakan-akan ingin menjualnya, lalu dia mendatangi Abdulloh bin Abdul Mutholib (berkata Rowi : Saya sangka bahwa Abdulloh mengagumi kecantikannya) wanita itu berkata : Demi Alloh, saya sebenarnya tidak kepingin thowaf membawa barang ini, dan saya pun tidak butuh kepada harganya, yang saya inginkan hanyalah untu melihat kaum laki-laki, adakah yang cocok buatku, maka kalau engkau menginginkanku segeralah berdiri.” Maka Abdulloh berkata : Kau tunggu saja disini sehingga saya akan kembali.” Lalu Abdulloh pergi dan mengumpuli istrinya, yang akhirnya hamil Rosululloh. Tatkala dia kembali kepada wanita tersebut, maka dia berkata: Kamu masih disini ? wanita itu balik bertanya : Kamu ini siapa ? Abdulloh menjawab : Saya orang yang berjanji denganmu.” Wanita itu menjawab : Tidak, kamu bukan dia, namun jika kamu benar-benar dia, maka tadinya saya melihat ada cahaya di wajahmu yang tidak lagi aku lihat sekarang.”

Takhrij kisah ini :
Kisah ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dala’ilun Nubuwah 1/107 berkata : “Telah mengkabarkan kepada kami Abu Abdillah Al Hafidz, berkata : Telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi bin Qoni’, berkata : “Telah menceritakan kepada kami Abdul Warits bin Ibrohim Al Askari berkata : “Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata : “Telah menceritakan kepada kami Maslamah bin Alqomah dari Dawud bin Abu Hindun dari Ikromah dari Ibnu Abbas : -dengan riwayat diatas-
Kisah ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari jalan Hakim berkata : “Telah menceritakan kepada kami Abdul Abqi bin Qoni’ dengan sanad diatas.”
Sisi kelemahan kisah ini :
Jalan inipun lemah dari dua sisi :
Abdul Baqi bin Qoni’
Ibnu Hazm berkata :
“Ibnu Sufyan dari kalangan Malikiyyah sama dengan Ibnu Qoni’ dari kalangan Hanafiyyah, ditemukan kedustaan nyata dalam hadits keduanya, sebagaimana juga ditemukan bencana yang sangat jelas, mungkin karena perubahan atau karena menukil dari para pendusta dan orang-orang yang lemah bahkan mungkin karena mereka berdua sendiri.”
Abdul Warits bin Ibrohim al askari, dia seorang yang tidak dikenal.
Ketiga :
Jalan ini diriwayatkan oleh Ath Thobari dalam Tarikh beliau 2/24 dan Abu Nu’aim dalam Dala’ilun Nubuwwah hlm : 19 dan al Khoro’ithi dalam Al Hawatif dari jalan Ali bin Harb berkata : “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Amaroh al Qurosyi berkata : “Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Kholid Az Zanji berkata : ” Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juroij dari Atho’ dari ibnu Abbas dengan riwayat diatas.
Derajat riwayat ini :
Riwayat inipun lemah, karena tiga sebab :
Muslim bin Kholid Az Zanji
Berkata Imam Bukhori dalam Adl Dlu’afa’ ash Shoghir : 342 : Dia munkar hadits.
Sedangkan istilah munkar hadits bagi Imam Bukhori adalah bagi seorang rowi yang tidak boleh diriwayatkan hadits darinya (Lihat Tadribur Rowi As Suyuthi 1/349)
Dalam Mizanul i’tidal : 8485 disebutkan : Ibnul Madini berkata : Dia tidak ada apa-apanya. As Saji berkata : Dia banyak salah dan dilemahkan oleh Abu Dawud.
Muhammad bin Amaroh seorang yang tidak dikenal.
Ibnu Juroij seorang mudallis, sedangan dalam riwayat ini beliau meriwayatkan secara an’anah (meriwayatkan dengan lafadz “an” (dari)” sedangkan telah difahami bersama dalam disiplin ilmu hadits bahwa seorang mudallis kalau meriwayatkan secara an’anah maka riwayatnya lemah.Ad Daruquthni berkata :
“Sejelak-jelek tadlis adalah tadlisnya Ibnu Juroij, karena tidaklah dia melakukan tadlis kecuali kalau dia mendengar hadits dari orang yang lemah.”
Keempat :
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thobaqot beliau 1/44 berkata : “Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyam bin Muhammad bin Sa’ib Al Kalbi dari bapaknya dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas : -lalu mengisyarakan pada kisah ini dengan singkat-
Derajat riwayat ini :
Riwayat ini sangat lemah. As Suyuthi dalam Tadribur Rowi berkata : “Sanad yang paling lemah dari Ibnu Abbas adalah Muhammad bin Marwan As Suddi dari Al Kalbi dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas.
Syaikhul Islam Ibnu Hajar berkata : “Ini adalah silsilah dusta bukan silsilah emas.”
Al Jauzajani dan lainnya mengatakan bahwa al Kalbi adalah pensusta. Ad Daruquthni dan lainnya berkata : “Dia seorang yang ditinggalkan haditsnya. (Lihat Mizan : 7574)
Ibnu Hibban dalam Al Majruhin 2/255 berkata : “Madzhab al Kalbi serta kedustaannya sangat jelas, tidak perlu dipanjang lebarkan.”
Kelima :
Jalur ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thobaqot 1/44. Beliau berkata : “Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyam bin Muhammad bin Sa’ib al Kalbi dari Abul Fayyadl al Khots’ami berkata : “Abdulloh bin Abdul Mutholib melewati seoang wanita dari bani Khots’am ….. (kemudian beliau menyebutkan kisah panjang, yang intinya hampir mirip dengan yang sebelum ini)
Derajat kisah ini :
Kisah ini pun lemah sekali, karena dalam sanadnya terdapat Al Kalbi diatas yang dikatakan oleh Al Jauzajani bahwa dia seorang pendusta.
Jalan lain :
Kisah ini masih ada dua jalan lagi, tapi dalam sanadnyapun terdapat para pendusta dan orang-orang yang tidak dikenal.
Kesimpulan tentang derajat kisah ini :
Dari pemaparan sanad kisah ini maka dapat disimpulkan bahwa semua sanadnya dipenuhi dengan para pendusta, orang-orang lemah, orang yang tak dikenal dan yang semisalnya. Dengan ini maka kisah ini lemah dan tidak bisa dijadikan dasar dalam mempercayai kisah ini.
Kalau ada yang berkata : “Kenapa tidak dikataan bahwa kisah ini hasan, bukankah kalau sebuah hadits diriwayatkan denga banyak jalan, meskipun semuanya lemah, tapi karena banyak jalan maka terangkat menjadi hasan ?
Jawab : Kaedah terangkatnya sebuah sanad lemah karena dikuatkan oleh jalan lainnya tidak boleh diterapkan secara mutlak.
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata :
“Datangnya sebuah hadits dari banyak jalan tidak berkonsekwensi mesti menjadi hasan, karena kelemahan sebuah hadits ini bertingkat-tingkat, ada yang tidak bisa dihilangkan kelemahannya dengan mutabaah (adanya jalan lain) seperti riwayatnya para pendusta dan orang yang ditinggalkan haditsnya.”
(Lihat Ikhtishor ulumil Hadits hlm : 23)
Syaikh Al Albani berkata :
“Merupakan sesuatu yang masyhur dikalangan para ulama’ bahwa sebuah hadits apabila diriwayatkan dari banyak jalan, maka hadits tersebut menjadi kuat dan boleh dijadikan sebagai hujjah, meskipun satu persatu dari jalan tersebut lemah. Namun kaedah ini tidak berlaku secara mutlak , tapi hal ini hanya khusus bagi hadits yang sisi kelemahanya adalah kelemahan hafalan hafalan rowi, bukan karena tertuduh dalam kejujuran dan agamanya. Jika demikian maka hadits tersebut tidak bisa menjadi kuat meskipun diriwayatkan dari banyak jalan.”
(Lihat Tamamul Minnah hlm : 31)
Kelemahan hadits dari sisi matan :
Kalau kita perhatikan matan dari hadits inipun, akan kita dapatkan sisi kelemahan lain, karena dalam hadits ini ada isyarat bahwa Abdulloh bapak Rosululloh ingin berzina dengan wanita yang mengajaknya tersebut. Dan ini bertentangan dengan sesuatu yang sudah difahami bersama oleh semua kaum muslimin bahwa nasab para nabi itu suci dan mulia.
Beberapa hadits lain :
Hari-hari ini, dalam acara perayaan maulid nabi ataupun lainnya, banyak para penceramah yang menyebutkan tentang sejarah kelahiran Rosululloh. Dan mereka banyak menyebutkan hadits-hadits lemah maupun palsu.
Maka perlu untuk disebutkan disini sebagiannya yang berhubungan dengan nur Muhammad, yaitu :
أول ما خلق الله نور نبيك يا جابر
“Yang pertama kali diciptakan oleh Alloh adalah Nur (cahaya) nabimu wahai Jabir.”
Hadits ini tidak ada asal usulnya.
Imam As Suyuthi pernah ditanya tentang hadits ini, maka beliau menjawab : “Hadits ini tidak ada sanadnya yang shohih.”
Syaikh Al Albani dalam Ash Shohihah no : 458 setelah menyebutkan keshohihan hadits :
خلقت الملائكة من نور و خلق إبليس من نار السموم و خلق آدم عليه السلام مما قد وصف لكم
“Para malaikat diciptakan dari cahaya, iblis di ciptakan dari api dan Adam tercipta dari apa yang disifatkan untuk kalian.”
(HR. Muslim: 2996)
Beliau berkata :
Dalam hadits ini terdapat isyarat atas kebatilan sebuah hadits yang masyhur dikalangan manusia yaitu : “Yang pertama kali diciptakan oleh Alloh adalah nur nabimu wahai Jabir.” Dan hadits-hadits semisalnya yang menyatakan bahwa Rosululloh tercipta dari cahaya. Sesungguhnya hadits ini adalah sebuah dalil yang sangat jelas bahwa hanya para malaikat saja yang tercipta dari cahaya, bukan Adam dan bukan pula anak keturunannnya. Perhatikanlah hal ini dan janganlah kamu menjadi orang yang lalai.”
Dan hadits inipun bertentangan dengan sabda Rosululloh :
إن أول شيء خلقه الله تعالى القلم و أمره أن يكتب كل شيء يكون
Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Alloh adalah pena, dan Alloh memerintahkannya untuk menulis segala sesuatu yang akan terjadi.
(HR. Abu Ya’la 1/126, Baihaqi dalam Asma’ was Shifat hlm : 271, Lihat Ash Shohihah : 133)

Hadits lain :
كنت نبيا و آدم بين الماء و الطين
Saya adalah seorang nabi padahal saat itu Adam masih antara air dan tanah.
Hadits ini pun palsu
Disebutkan kepalsuannya oleh As Suyuthi dalam Dzail al Ahadits al Maudlu’at hal : 203.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
“Tidak ada asal usulnya, baik secara naqli maupun akal, tidak ada seorangpun dari kalangan ahli hadits yang menyebutnya, maknanya juga bathil, karena Nabi Adam tidak pernah antara air dan tanah, namun yang benar bahwa Adam antara ruh dan jasad.”
Berkata Syaikh Al Albani :
“Yang dimaksud oleh Syaikhul Islam dengan perkataan beliau : “antara ruh dan jasad” adalah bahwasanya itulah yang shohih, sebagaimana dalam sebuah hadits :
كنت نبيا و آدم بين الروح و الجسد
“Saya adalah seorang nabi sedangkaan saat itu Adam antara ruh dan jasad.”
(Lihat Ash Shohihah : 1856)
Berkata Syaikh Al Albani :
“Hanya saja hadits ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah makhluk yang diciptakan pertama kali, sebagaimana yang disangka oleh sebagian kalangan.”
(Lihat Adl Dlo’ifah 2/115)
Hadits lain :
كنت أول النبيين في الخلق ، و آخرهم في البعث
Saya adalah nabi yang pertama kali diciptakan, namun yang paling akhir diutus.
Hadits ini lemah
Diriwayatkan oleh dalam fawaid 8/126, Abu Nu’aim dalam Dala’il hlm : 6 dan lainnya dari jalan Sa’id bin Basyir berkata : “Telah menceritakan kepada kami Qotadah dari Hasan dari Abu Huroiroh secara marfu’.
Sisi kelemahannya ada dua :
Hasan Al Bashri meriwayatkan secara an’anah, padahal beliau adalah seorang mudallis.
Sa’id bin Basyir seorang yang lemah, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Taqrib beliau.
(Lihat Adl Dlo’ifah Syaikh Al Albani no : 661)
Hadits lain :
سأل علي بن أبي طالب رضي الله عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم قائلا: “سل لنا ربك مم خلقك، فسأل الله ربه قائلا: “رب مم خلقتني؟” فقال الله تبارك وتعالى: “خلقتك من نور وجهي، وإني قسمت نور وجهي إلى ثلاثة أقسام: قسم خلقتك منه، وقسم خلقت منه أزواجك، وقسم خلقت منه من يحبك من أمتك”
Ali bin Abi Tholib bertanya kepada Rosululloh : “Tanyakan kepada Robb mu dari apa Dia menciptakan engkau ? Maka Rosululloh pun bertanya kepada Alloh : “Ya Alloh, dari apa Engkau menciptakan ku ? Alloh berfirman : “Saya ciptakan engkau dari nur wajahKu, sesungguhnya Saya membagi nur wajah Ku menjadi tiga bagian, satu bagian saya ciptakan engkau, satu bagian lainnya Saya ciptakan istri-istrimu, dan satunya lagi Saya ciptakan umatmu yang mencintaimu.”
Lajnah Daimah pernah ditanya tentang hadits ini, maka mereka menjawab :
“Hadits ini dusta atas nama Rosululloh, tidak ada asal usulnya dalam kitab-kitab hadits yang mu’tabar.”
(Lihat Fatwa lajnah daimah 4/370 no : 1754)

Faedah :
Termasuk perkara aneh bin ajaib dinegeri kita adalah tersebarnya keyakinan disebagian kaum muslimin bahwa yang pertama kali mengadakan acara maulid nabi adalah Sholahuddin Al Ayyubi saat perang Salib untuk menyemangati kaum umuslimin melawan pasukan kafir. Ini adalah sebuah kebohongan, karena yang pertama kali membuat bid’ah ini adalah orang-orang bathiniyyah dari kerajaan Ubaidiyyah yang mereka menamakannya dengan daulah Fathimiyyah. Merekalah yang dikatakan oleh Imam Al Ghozali sebagaimana yang dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : “Mereka menampakkan sebagai orang Rofidloh syi’ah, padahal sebenarnya mereka adalah murni orang kafir.”
Berkata Syaikh Abu Hafsh Tajuddin Al Fakihani (beliau adalah salah satu murid Imam Ibnu Daqiq ’id) :
“Saya tidak mengetahui dalil untuk peringatan maulid nabi ini, baik dari al Qur’an maupun as Sunnah. Dan tidak dinukil bahwa salah satu dari para ulama’ mengamalkannya, padahal mereka adalah panutan dalam kehidupan beragama yang selalu berpegang teguh dengan amal perbuatan para ulama’ sebelumnya. Yang benar bahwa peringatan maulid ini adalah sebuah perbuatan bid’ah yang diadakan oleh para pengangguran, serta sebuah syahwat nafsu belaka yang dimanfaatkan oleh orang yang hanya mementingkan urusan perut mereka.”
Saat mengomentari ucapan Syaikh Al Fakihani ini, Syaikh Ali Hasan al Atsari berkata :
Mereka adalah orang-orang dari daulah Ubaidiyyah yang beraqidah bathiniyyah, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Maqrizi dalam Al Khuthoth 1/280, Al Qolqosynadi dalam Shubhul A’sya 3/398, As Sandubi dalam Tarikh Ihtifal bil Maulid hlm : 69, Muhamad Bukhait al Muthi’i dalam Ahsanul Kalam hlm : 44, Ali Fikri dalam Muhadlorot beliau hlm : 84 serta Ali Mahfudz dalam Al ‘Ibda’ hlm : 126.
Kalau ada yang masih mempertanyakan : Bukankah tidak hanya seorang ulama’ yang menyebutkan bahwa yang pertama kali membuat acara peringatan maulid nabi ini adalah seorang raja yang adil dan berilmu yaitu Raja Mudhoffar penguasa daerah Irbil?
Jawab : Ini adalah sebuah pendapat yang bathil sebagaimana yang dinukil oleh para ulama’ tadi. Sisi kebatilan lainnya adalah bahwa Imam Abu Syamah dalam Al Ba’its ‘ala inkaril bida’ wal hawadits hlm : 130 menyebutkan bahwa Raja Mudhoffar melakukan itu karena mengikuti Umar bin Muhammad Al Mula, dan dialah orang yang pertama kali melakukannya, hal ini juga disebutkan oleh Sibt ibnul Jauzi dalam Mir’atuz Zaman 8/310, sedangkan Umar Al Mula ini adalah salah seorang pembesar shufiyyah, maka tidaklah mustahil kalau Syaikh Umar Al Mula ini mengambilnya dari orang-orang Ubaidiyyah.
Sisi kebatilan lainnya bahwa sebuah perbuatan bid’ah tidak boleh diterima meskipun datang dari siapapun dia, karena adanya nash-nash yang tegas mencela perbuatan bid’ah, tidak mungkin kita menentang hadits-hadits ini hanya dengan perbuatan Raja Mudhoffar, adapun tentang keberadaan beliau sebagai seorang raja yang adil, maka hal ini sama sekali tidak berkonsekwensi bahwa beliau seorang yang ma’shum, bahkan Yaqut Al Hamawi (beliau adalah salah seorang yang hidup sezaman dengan raja Mudhoffar) dalam Mu’jamul Buldan 1/138 berkata :
“Sifat raja ini banyak kontradksi, dia sering berbuat dholim, tidak memperhatikan rakyatnya serta senang mengambil harta mereka dengan cara yang tidak benar.”
(Lihat Al Maurid fi ‘amalil Maulid oleh Al Fakihani dengan tahqiq Syaikh Ali –yang tercetak dalam Rosa’il fi hukmil Ihtifal bil Maulid An Nabawi 1/8)
Wallohu a’lam
_________________________________________
(1) Takhrij ini kami sarikan dari dirosah Syaikh Ali Hasyisiy atas kisah ini yang termuat dalam majalah At Tauhid Jamaah Anshor Sunnah Muhammadiyyah Mesir edisi 3 tahun 31 hal : 52 dengan beberapa tambahan

Sumber:
http://ahmadsabiq.com/



Nasehat HABIB-HABIB WAHABI kepada HABIB-HABIB SUFI+ SYI'AH

Sungguh merupakan suatu kemuliaan tatkala seseorang ternyata termasuk Ahlul Bait, tatkala seseorang merupakan cucu dan keturunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, menjadi keturunan orang yang paling mulia yang pernah ada di atas muka bumi.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan kita untuk memperhatikan para Ahlul Bait. Kita sebagai seorang ahlus sunnah, bahkan sebagai seorang muslim harus menghormati keturunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika keturunan Nabi tersebut adalah orang yang bertakwa.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وأهلُ بَيتِي، أُذكِّرُكم اللهَ في أهل بيتِي، أُذكِّرُكم اللهَ في أهل بيتِي، أُذكِّرُكم اللهَ في أهل بيتِي

"Dan keluargaku, aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang ahlu baiti (keluargaku), aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang keluargaku, aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang ahlu baiti keluargaku" (HR Muslim no 2408)

Yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bertakwa kepada Allah dalam memperhatikan hak-hak Ahlul Bait, dan memerintahkan kita untuk menghormati mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Ahlul Bait memiliki manzilah dalam Islam.

Abu Bakar radhiallahu 'anhu pernah berkata kepada Ali bin Abi Thholib :

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَرَابَةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أحبُّ إليَّ أنْ أَصِلَ من قرابَتِي

"Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh kerabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih aku sukai untuk aku sambung (silaturahmi) daripada kerabatku sendiri" (HR Al-Bukhari no 3711)


Sungguh begitu bahagianya tatkala saya bertemu dengan cucu-cucu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Kota Nabi shallallahu yang tegar dan menyerukan sunnah Nabi dan memerangi kesyirikan dan kebid'ahan. Begitu bahagianya saya tatkala sempat kuliah di Unversitas Islam Madinah program jenjang Strata 1 selama 4 tahun (tahun 2002 - 2006) di fakultas Hadits yang pada waktu itu dekan kuliah hadits adalah Doktor Husain Syariif al-'Abdali yang merupakan Ahlul Bait…yang menegakkan sunnah-sunnah leluhurnya dan memberantas bid'ah yang tidak pernah diserukan oleh leluhurnya. Alhamdulillah hingga saat artikel in ditulis beliau masih menjabat sebagai Dekan Fakultas Hadits

Akan tetapi merupakan perkara yang sangat menyedihkan tatkala saya mendapati sebagian ahlul bait yang menjadi pendukung bid'ah…pendukung aqidah dan amalan yang tidak pernah diserukan oleh Leluhur mereka habibuna Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan betapa banyak orang syi'ah Rofidoh yang mengaku-ngaku sebagai cucu-cucu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan mereka mengkafirkan ahlul bait yang sangat dicintai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu istri beliau 'Aisyah radhiallahu 'anhaa. Demikian juga mereka mengkafirkan lelaki yang paling dicintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu Abu Bakar radhiallahu 'anhu. Wallahul Musta'aan…


Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaa'ah terhadap Ahlul Bait adalah sikap tengah antara sikap berlebih-lebihan (ghuluw) dan sikap kurang/keras kepada Ahlul Bait.

Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengenal keutamaan orang yang menggabungkan antara keutamaan takwa dan kemuliaan nasab.

- Maka barangsiapa diantara Ahlul Bait yang merupakan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka Ahlus Sunnah mencintainya karena tiga perkara, karena sebagai sahabat Nabi, karena ketakwaannya dan karena kekerabatannya dengan Nabi.

- Barangsiapa diantara Ahlul Bait yang bukan merupakan sahabat akan tetapi bertakwa maka Ahlus Sunnah mencintainya karena dua perkara, karena ketakwaannya dan karena kekerabatannya.

Ahlus Sunnah meyakini bahwa kemuliaan nasab mengikuti kemuliaan takwa dan iman.

Adapun barangsiapa diantara Ahlul Bait yang tidak bertakwa maka kemuliaan nasabnya tidak akan memberi manfaat baginya. Allah telah berfirman :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu (QS Al-Hujuroot : 13).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barang siapa yang amalannya memperlambatnya maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya" (HR Muslim no 2699)

Al-Imam An-Nawawi mengomentari hadits ini :

مَعْنَاهُ مَنْ كَانَ عَمَلُهُ نَاقِصًا لَمْ يُلْحِقْهُ بِمَرْتَبَةِ أَصْحَابِ الأَعْمَالِ فَيَنْبَغِى أَنْ لاَ يَتَّكِلَ عَلَى شَرَفِ النَّسَبِ وَفَضِيْلَةِ الآبَاءِ وَيُقَصِّرُ فِى الْعَمَلِ

"Makna hadits ini yaitu barang siapa yang amalnya kurang maka nasabnya tidak akan membuatnya sampai pada kedudukan orang-orang yang beramal, maka seyogyanya agar ia tidak bersandar kepada kemuliaan nasabnya dan keutamaan leluhurnya lalu kurang dalam beramal" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 17/22-23)

Ibnu Rojab Al-Hanbali berkata :

فَمَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ أَنْ يَبْلُغَ بِهِ الْمَنَازِلَ الْعَالِيَةَ عِنْدَ اللهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ فَيُبَلِّغُهُ تِلْكَ الدَّرَجَاتِ، فَإِنَّ الله تَعَالَى رَتَّبَ الْجَزَاءَ عَلَى الأَعْمَالِ لاَ عَلَى الأَنْسَابِ كَمَا قَالَ تَعَالَى فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّوْرِ فَلاَ أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَتَسَاءَلُوْنَ

"Barangsiapa yang amalnya lambat dalam mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah maka nasabnya tidak akan mempercepat dia untuk mencapai derajat yang tinggi tersebut. Karena Allah memberi ganjaran/balasan atas amalan dan bukan atas nasab sebagaimana firman Allah

فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ (١٠١)

"Apabila sangkakala ditiup Maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya" (QS Al-Mukminun : 101)" (Jaami al-'Uluum wa al-Hikam hal 652)

Ibnu Rojab berkata selanjutnya:

"Dan dalam Musnad (*Ahmad) dari Mu'adz bin Jabal bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus beliau ke negeri Yaman maka Nabi keluar bersama beliau sambil memberi wasiat kepada beliau, lalu Nabi berpaling dan menghadap ke kota Madinah dengan wajahnya dan berkata :

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ، مَنْ كَانُوْا حَيْثُ كَانُوْا

"Sesungguhnya orang-orang yang paling dekat dengan aku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa saja mereka dan di mana saja mereka" (*HR Ahmad no 22052)

Dan At-Thobroni mengeluarkan hadits ini dengan tambahan :

إِنَّ أَهْلَ بَيْتِي هَؤُلاَءِ يَرَوْنَ أَنَّهُمْ أَوْلَى النَّاسِ بِي وَلَيْسَ كَذَلِكَ، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنْكُمُ الْمُتَّقُوْنَ مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا

"Sesungguhnya Ahlul Bait mereka memandang bahwasanya mereka adalah orang yang paling dekat denganku, dan perkaranya tidak demikian, sesungguhnya para wali-waliku dari kalian adalah orang-orang yang bertakwa, siapapun mereka dan di manapun mereka" (*HR At-Thobroni 20/120 dan Ibnu Hibbaan dalam shahihnya no 647. Al-Haitsaimy dalam Majma' Az-Zawaid (10/400) berkata : Isnadnya jayyid (baik), demikian juga Syu'aib Al-Arnauuth berkata : Isnadnya kuat)

Dan semua ini didukung oleh sebuah hadits yang terdapat di Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari 'Amr bin Al-'Aash bahwasanya beliau mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ آلَ أَبِي فُلاَنٍ لَيْسُوْا لِي بِأَوْلِيَاءِ وَإِنَّمَا وَلِيِّي اللهُ وَصَالِحُو الْمُؤْمِنِيْنَ

"Sesungguhnya keluarga ayahku –yaitu si fulan- bukanlah para waliku, dan hanyalah para waliku adalah Allah, dan orang-orang mukmin yang sholih" (*HR Al-Bukhari no 5990 dan Muslim no 215)

Rasulullah memberi isyarat bahwa walaa' kepada beliau tidak diperoleh dengan nasab meskipun dekat nasabnya, akan tetapi diperoleh dengan keimanan dan amalan sholeh. Maka barangsiapa yang imannya dan amalannya semakin sempurna maka walaa'nya semakin besar kepada Nabi, sama saja apakah ia memiliki nasab yang dekat dengan Nabi ataukah tidak. Dan dalam penjelasan ini seorang (penyair) berkata :

لعمرُك ما الإنسانُ إلَّا بِدِيْنِهِ فَلاَ تَتْرُكِ التَّقْوَى اتِّكالاً عَلَى النَّسَبِ

لَقَدْ رَفَعَ الإِسْلاَمُ سَلْمَانَ فَارِسٍ وَقَدْ وَضَعَ الشِّرْكُ النَّسِيبَ أبا لَهَبِ

"Tidaklah seseorang (bernilai) kecuali dengan agamanya

Maka janganlah engkau meninggalkan ketakwaan dan bersandar kepada nasab

Sungguh Islam telah mengangkat Salman Al-Farisi (*yang bukan orang arab)

Dan kesyirikan telah merendahkan orang yang bernasab tinggi si Abu Lahab".

(Demikian perkataan ibnu Rojab, Jaami' al-'Uluum wa al-Hikam, hal 653-654, Syarah hadits ke 36)

Al-Imam An-Nawawi mengomentari hadits di atas:

ومعناه إِنما وليي من كان صالحا وإِن بَعُدَ نَسَبُه مِنِّي وليس وليي من كان غير صالح وان كان نسبه قريبا

"Dan maknanya adalah : Yang menjadi Waliku hanyalah orang yang sholeh meskipun nasabnya jauh dariku, dan tidaklah termasuk waliku orang yang tidak sholih meskipun nasabnya dekat" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 3/87)



Sungguh sangat menyedihkan ternyata di tanah air Indonesia ada sebagian Ahlul Bait yang menjadi pendukung bid'ah dan aqidah yang menyimpang. Sehingga sebagian masyarakat muslim Indonesia langsung tertarik dengan dakwah yang diserukannya. Bahkan sebagian masyarakat Indonesia menyangka bahwa apa saja yang dibawa dan didakwahkan olehnya itulah kebenaran.

Padahal di sana masih banyak Ahlul Bait (para Habib) yang menyeru kepada sunnah Nabi dan memerangi bid'ah.

Oleh karenanya pada artikel ini saya ingin menjelaskan kepada para pembaca bahwasanya para habib bukan hanya mereka-mereka yang menyeru pada acara bid'ah (habib-habib sufi) atau mereka-mereka yang menyeru kepada kekufuran (seperti habib-habib syi'ah rofidhoh) akan tetapi masih banyak habib-habib yang menyeru kepada tauhid dan sunnah serta memerangi kesyirikan dan bid'ah.



HABIB-HABIB MENOLAK MAULID

Berikut ini nasehat yang datang dari lubuk hati yang paling dalam yang ditulis oleh para habib wahabi kepada para habib yang gemar melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:



"Segala puji bagi Allah penguasa alam semesta, Yang Maha pemberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari para hambaNya kepada jalan yang lurus. Sholawat dan salam tercurahkan kepada manusia tersuci yang telah diutus sebagai rahmat untuk alam dan juga tercurahkan kepada keluarganya serta seluruh para sahabatnya.

Kemudian daripada itu, di antara Prinsip-prinsip yang agung yang berpadu di atasnya hati-hati para ulama dan kaum Mukminin adalah meyakini (mengimani) bahwa petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, dan syari’at yang beliau bawa adalah syari’at yang paling sempurna, Allah Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (٣)

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al maidah:3)

Dan meyakini (mengimani) bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan agama yang dipanuti oleh seorang muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih dia cintai dari ayahnya, anaknya, dan semua manusia. (HR. al-Bukhari & Muslim)

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup para nabi, Imam orang-orang yang bertaqwa, Pemimpin anak-cucu Adam, Imam Para Nabi jika mereka dikumpulkan, dan Khatib mereka jika mereka diutus, si Pemilik al-Maqoom al-Mahmuud dan Telaga yang akan dihampiri, Pemilik bendera pujian, pemberi syafa’at manusia pada hari kiamat, Pemilik al-Washiilah dan al-Fadhiilah. Allah telah mengutusnya dengan membawa kitab suci yang terbaik, dan Allah telah memberikan kepadanya syari'at yang terbaik, dan Allah menjadikan umatnya sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, Allah Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21)

Dan di antara kecintaan kepada beliau adalah mencintai keluarga beliau (Ahlul Bait), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Aku mengingatkan kalian kepada Allah pada Ahlu Bait (keluarga)ku. (HR. Muslim).

Maka wajib bagi keluarga Rasulullah (Ahlul Bait) untuk menjadi orang yang paling yang mulia dalam mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, paling meneladani petunjuknya, dan wajib atas mereka untuk merealisasikan cinta yang sebenarnya (terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, red.), serta menjadi manusia yang paling menjauhi hawa nafsu. Karena Syari’at datang untuk menyelisihi penyeru hawa nafsu, Allah Ta’ala berfirman:

فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٦٥)

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa’: 65)

Kecintaan yang hakiki pastilah akan malazimkan Ittiba’ yang benar. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣١)

Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali ‘Imran: 31)

Seseorang bukan hanya sekedar berafiliasi kepada beliau secara nasab sudah cukup untuk menjadikannya sesuai dengan kebenaran dalam segala perkara yang tidak mungkin untuk disalahkan atau berpaling darinya.

Dan di antara fenomena yang menyakitkan hati seseorang yang diterangi oleh Allah Ta’ala pandangannya dengan cahaya ilmu, dan mengisi hatinya dengan cinta dan kasih sayang kepada keluarga NabiNya (ahlul bait), khususya jika dia termasuk Ahlul Bait, dari keturunan beliau yang mulia : Adalah terlibatnya sebagian anak-cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia (Ahlul Bait/Habaib) dalam berbagai macam penyimpangan syari’at, dan pengagungan mereka terhadap syi’ar-syi’ar yang tidak pernah dibawa oleh al-Habib al-Mushtafa Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan di antara syi’ar-syi’ar yang diagungkan yang tidak berdasarkan petunjuk moyang kami Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah bid’ah peringatan Maulid Nabi dengan dalih cinta. Dan ini merupakan sebuah penyimpangan terhadap prinsip yang agung ini (*yaitu sempurnanya syari'at dan petunjuk Nabi), dan tidak sesuai dengan Maqasidu asy-Syari'at yang suci yang telah menjadikan ittiba’ (mengikuti) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai standar utama yang dijadikan rujukan oleh seluruh manusia dalam segala sikap dan perbuatan (ibadah) mereka.

Karena kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengharuskan ittiba’ (mengikuti) beliau Shallalllahu ‘alaihi wasallam secara lahir dan batin. Dan tidak ada pertentangan antara mencintai beliau dengan mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan ittiba’ (mengikuti) beliau merupakan landasan kecintaan kepadanya. Dan orang-orang yang mengikuti beliau secara benar (Ahlul ittiba’) adalah mereka yang meneladani sunnahnya, menapak tilas petunjuknya, membaca sirah (perjalanan hidup)nya, mengharumi majelis-majelis mereka dengan pujian-pujian terhadapnya tanpa membatasi pada hari tertentu, dan tanpa sikap berlebihan dalam menyifatinya serta menentukan tata cara yang tidak berdasar dalam syari’at Islam.

Dan di antara yang membuat perayaan tersebut sangat jauh dari petunjuk Nabi adalah sikap berlebih-lebihan (pengkultusan) kepada beliau dengan perkara-perkara yang beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak mengizinkannya dan tidak meridho dengan hal itu. Sebagian sikap berlebih-lebihan tersebut dibangun di atas Hadits-hadits yang bathil dan aqidah-aqidah yang rusak. Telah valid dari Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wasallam pengingkaran terhadap sikap-sikap yang berlebihan seperti ini, dengan sabdanya:

Janganlah kalian berlebih-lebihan kepadaku seperti orang-orang nasrani yang berlebih-lebihan terhadap putra maryam. (HR. al-Bukhari)

Maka bagaimana dengan faktanya, sebagian majelis dan puji-pujian dipenuhi dengan lafazh-lafazh bid’ah, dan istighatsah-istighatsah syirik.

Dan perayaan Maulid Nabi merupakan amalan/perbuatan yang tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak pernah pula dilakukan oleh seorangpun dari kalangan Ahlul Bait yang mulia, seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Ja’far ash-Shadiq, serta tidak pernah pula diamalkan oleh para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam –Radhiyallahu ‘anhum ajma’in—begitu pula tidak pernah diamalkan oleh seorang pun dari para tabi’in dan para pengikut tabi'in, dan tidak pula Imam Madzhab yang empat, serta tidak seorangpun dari kaum muslimin pada periode-periode pertama yang dimuliakan.

Jika ini tidak dikatakan bid’ah, lalu apa bid’ah itu sebenarnya? Dan Bagaimana pula apabila mereka bersenandung dengan memainkan rebana?, dan terkadang dilakukan di dalam masjid-masjid? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan -tentang acara seperti ini dan yang semisalnya- suatu perkataan sebagai pemutus yang tidak ada pengecualian di dalamnya: "Semua bid’ah itu sesat". (HR. Muslim).

Wahai Tuan-tuan Yang terhormat! Wahai sebaik-baiknya keturunan di muka bumi, sesungguhnya kemulian Asal usul dan nasab merupakan kemulian yang diikuti dengan taklif (pembebanan), yakni melaksanakan sunnah Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berusaha untuk menyempurnakan amanahnya setelah sepeninggalnya, dengan menjaga agama, menyebarkan dakwah yang dibawanya.

Dan sikap seseorang yang mengikuti apa yang tidak dibolehkan oleh syari’at tidak mendatangkan kebenaran sedikitpun, dan merupakan amalan yang ditolak oleh Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk di dalamnya, maka ia tertolak. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Waspadalah dan bertakwalah kalian kepada Allah, wahai para Ahlu bait Nabi!, Jangan kalian diperdayakan oleh kesalahan orang yang melakukan kesalahan, dan kesesatan orang yang sesat, sehingga kalian menjadi para pemimpin di luar garis petunjuk! Demi Allah, tidak seorangpun di muka bumi ini lebih kami inginkan untuk mendapatkan hidayah daripada kalian, karena kedekatan kekerabatan kalian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ini merupakan seruan dari hati-hati yang mencintai dan menginginkan kebaikan bagi kalian, dan menyeru kalian untuk selalu mengikuti sunnah leluhur kalian (*Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) dengan meninggalkan bid’ah maulid ini dan seluruh amalan yang tidak diketahui oleh seseorang dengan yakin bahwa itu merupakan sunnah dan agama yang dibawanya, maka bersegeralah dan bersegeralah, Karena : Barang siapa yang lambat dalam amalnya, niscaya nasabnya tidak akan mempercepat amalnya tersebut. (HR. Muslim).

Yang menanda tangani risalah di atas yaitu:

1. Habib Syaikh Abu Bakar bin Haddar al-Haddar (Ketua Yayasan Sosial Adhdhamir al-Khairiyah di Tariim)

2. Habib Syaikh Aiman bin Salim al-'Aththos (Guru Ilmu Syari’ah di SMP dan Khatib di Abu ‘Uraisy)

3. Habib Syaikh Hasan bin Ali al-Bar (Dosen Kebudayaan Islam Fakultas Teknologi di Damam dan Imam serta khatib di Zhahran.

4. Habib Syaikh Husain bin Alawi al-Habsyi (Bendahara Umum ‘Muntada al-Ghail ats-Tsaqafi al-Ijtima’I di Ghail Bawazir)

5. Habib Syaikh Shalih bin Bukhait Maula ad-Duwailah (Pembimbing al-Maktab at-Ta’awuni Li ad-Da’wah wal Irsyad wa Taujih al-Jaliyat, dan Imam serta Khatib di Kharj).

6. Habib Syaikh Abdullah bin Faishal al-Ahdal (Ketua Yayasan ar-Rahmah al-Khairiyah, dan Imam serta Khatib Jami’ ar-Rahmah di Syahr).

7. Habib Syaikh DR. ‘Ishom bin Hasyim al-Jufri (Ustadz Musaa'id Fakultas Syari’ah Jurusan Ekonomi Islam di Universitas Ummu al-Qurra’, Imam dan Khotib di Mekkah).

8. Habib Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir as-Segaf (Pembina Umum Mauqi’ ad-Durar )

9. Habib Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Maqdi (Pembina Umum Mauqi’ ash-Shufiyah, Imam dan Khotib di Damam).

10. Habib Syaikh Muhammad bin Muhsi al-Baiti (Ketua Yayasan al-Fajri al-Khoiriyah, Imam dan Khotib Jami’ ar-Rahman di al-Mukala).

11. Habib Syaikh Muhammad Sami bin Abdullah Syihab (Dosen di LIPIA Jakarta)

12. Habib Syaikh DR. Hasyim bin ‘Ali al-Ahdal (Prof di Universitas Ummul Qurra’ di Mekkah al-Mukarramah Pondok Ta’limu al-Lughah al-‘Arabiyah Li Ghairi an-Nathiqin Biha)

Sumber: (http://www.islammemo.cc/akhbar/arab/2009/03/08/78397.html), atau di (http://www.islamfeqh.com/News/NewsItem.aspx?NewsItemID=1002), atau di (http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=164925), atau di



Sepak Terjang Para Habib Memberantas Syirik dan Bid'ah

Untuk lebih mengenal sepak terjang para Habib wahabi yang getol membela sunnah leluhur mereka dan memerangi bid'ah yang tidak pernah diajarkan oleh leluhur mereka, maka kami sangat berharap kepada para pembaca sekalian untuk mengunjungi website-website berikut ini:

Pertama : www.dorar.net , sebuah website yang dimiliki dan dikelola oleh Habib 'Alawi bin 'Abdil Qoodir As-Saqqoof. Dalam web ini para pembaca bisa melihat sepak terjang beliau dalam berdakwah di atas manhaj salaf dan memberantas bid'ah.

Bahkan dalam website beliau ada penjelasan tentang bahwa nasab As-Syaikh Abdul Qoodir Al-Jailaani dan juga As-Syaikh Ahmad Ar-Rifaa'i bukanlah termasuk Ahlul Bait. Karena dalam rangka melariskan pemahaman yang sesat maka kaum sufi menisbahkan kedua Syaikh ini kepada Ahlul Bait. (silahkan lihat : http://www.dorar.net/enc/firq/2400)

Kedua : www.alsoufia.com, website ini dimiliki dan dikelola Habib Muhammad bin Abdillah Al-Maqdiy. Dalam web ini sangat nampak bagaimana usaha Habib Muhammad Al-Maqdy untuk membantah bid'ah sufi.

Ketiga : alalbayt.com, dalam web ini juga para pembaca yang budiman bisa melihat betapa banyak Ahlul Bait yang berjuang membela sunnah leluhur mereka dan memberantas ajaran baru (bid'ah) yang tidak pernah dilakukan oleh leluhur mereka. Bahkan para pembaca akan dapati bagaimana Ahlul Bait wahabi membantah Ahlul Bait Sufi dan Ahlul Bait Syi'ah



Demikian juga kami sangat berharap para pembaca untuk menelaah kitab-kitab berikut yang ditulis oleh para habib wahabi untuk membantah para habib sufi.

Pertama : kitab نسيم حاجر في تأكيد قولي عن مذهب المهاجر, karya Mufti Hadromaut Habib Al-'Allaamah Abdurrohman bin Abdillah As-Saqqoof (wafat tahun 1375 H), yang kitab ini sungguh menggoncang para sufi di kita Hadromaut di Yaman. Silahkan mendownloadnya di (http://www.soufia-h.com/soufia-h/book/naseem-hajer.rar). Adapun resensi buku ini bisa dilihat di (http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=171629)

Kedua : Kitab التصوف بين التمكين والمواجهة, karya Habib Muhammad bin Abdillah Al-Maqdi. Silahkan mendownload kitab tersebut di (http://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_books/single3/ar_altasouf_bain_altamkeen.pdf),

Ketiga : Kitab إلى أين أيها الحبيب الجفري؟, ini adalah kitab karya Habib Doktor Kholduun Makkiy Al-Hasaniy yang disusun untuk membantah Habib Ali Al-Jufri. Kitab ini sangat penting dan memiliki keterkaitan dengan Habib Munzir. Karena Habib Ali Al-Jufri dan Habib Munzir sama-sama berguru kepada guru yang sama yaitu Habib Umar bin Hafiizh, yang Habib Umar bin Hafiiz inilah yang pernah dihadirkan oleh Habib Munzir di Jakarta dan digelari sebagai Al-Musnid.

Habib Umar bin Hafiz inilah yang memberi kata pengantar bagi kitab Muridnya Habib Al-Jufri yang berjudul معالم السلوك للمرأة المسلمة yang telah dibantah oleh Habib Doktor Kholduun Makky Al-Hasaniy.

Habib Doktor Kholduun Makky Al-Hasaniy berkata di pengantar kitabnya tersebut :

"Dan gurunya Habib Umar bin Hafiizh telah memberikan kata pengantar terhadap buku ini, ia telah memuji kitab dan penulisnya (Habib Ali Al-Jufri) dengan pujian yang sangat tinggi. Bahkan sang guru telah menyifati buku tersebut dengan menyatakan bahwa buku tersebut adalah nafas-nafas (tulisan-tulisan) yang penuh keberkahan dan peringatan-peringatan yang mulia… telah dialirkan oleh Allah pada lisan Habib Al-Jufriy. Dan sang guru telah memuji Allah atas dimudahkannya dicetaknya kitab ini.

Jadi kitab ini adalah karya As-Syaikh Habib Al-Jufry dan telah diberkahi dan diberi pengantar oleh gurunya Habib Umar bin Hafiizh. Dengan demikian maka Habib Al-Jufry bertanggung jawab atas perkara-perkara yang ia tuliskan dalam buku ini" (lihat kitab Ila aina Ayyuhal Habiib Al-Jufriy hal 17).

Silahkan mendownload kitab ini di (http://www.4shared.com/document/bw_ToTWs/____.html)

Habib Al-Jufri ini memiliki kesalahan-kesalahan fatal dalam masalah aqidah, bukan di sini perinciannya. Akan tetapi sekedar untuk wawasan maka silahkan lihat (http://www.youtube.com/watch?v=wPSbtto9wmM&feature=related).

Dan lihat cara ibadahnya (http://www.youtube.com/watch?v=EhO2OfBFZns&feature=related)

Dan Al-Jufriy ini juga suka mencela para ulama wahabi dan merendahkan mereka, sama seperti teman sejawatnya Habib Munzir. Silahkan lihat (http://www.youtube.com/watch?v=WBLWOOCJRrg).



Penutup : Mendoakan para habib :

Harapan besar senantiasa kita gantungkan kepada Allah agar para habib syi'ah atau sufi mau menerima nasehat yang disampaikan oleh para habib Wahabi. Sungguh betapa bahagia tatkala kita mendapati para habib mendakwahkan warisan leluhur mereka yaitu sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan peribadatan bid'ah yang tidak pernah dikerjakan oleh leluhur mereka…

Dengan nama-nama Allah yang Husna dan sifat-sifat-Nya yang ‘Ulya, semoga Allah mewafatkan kita dan seluruh kaum Muslim di dalam agama Islam yang di bawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan hidayah dan petunjuk-Nya kepada kita dan kaum muslim serta terkhusus kepada para Habib sehingga menjadi panutan yang menuntun umat kepada jalan Allah yang lurus dan bukan menuntun kepada jalan kesesatan dan kekafiran. Allahumma aamiin…

Sungguh indah untaian do'a Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala beliau membuka sholat malam beliau

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ أَنْتَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

"Yaa Allah, Robny malaikat Jibri', Mikail, dan Isroofiil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha mengetahui yang gaib maupun yang nampak…sesungguhnya Engkau yang menjadi Hakim diantara hamba-hambaMu pada perkara yang mereka perselisihkan…berilah aku petunjuk dengan idzinMu kepada kebenaran dari apa yang diperselisihkan…Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk bagi siapa saja yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus"

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 27-12-1432 H / 23 November2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

Kitab-Kitab Kontemporer Yang Membahas Tentang Iman Dan Kufur (Membantah Tuduhan Salafiy = Murji’)


Berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada Ahlus-Sunnah/Salafiyyuun sebagai kelompok Murji’ah, dari orang-orang yang berpemikiran rusak memang populer belakangan ini. Telah banyak kitab sebenarnya yang ditulis untuk membantah tuduhan mereka itu. Sayangnya, sebagian besar masih terkemas dalam bahasa Arab dan belum diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Di sini saya coba mengumpulkan beberapa kitab dimaksud dengan harapan para penuntut ilmu dan para ustadz dapat memanfaatkannya. Yaitu, kitab-kitab yang membahas tentang berhukum selain yang diturunkan Allah, hubungan antara amal dan iman, dan pengkafiran. Barangkali satu saat, ada effort dari ikhwah untuk menterjemahkan secara penuh dan ada Penerbit yang mau mencetaknya.

Berikut judul-judulnya beserta alamat download-nya sebatas yang saya ketahui :
1.     برهان البيان بتحقيق أن العمل داخل في مسمى الإيمان – oleh Asy-Syaikh Abu Shuhaib Al-Minsyaawiy & Abu Haani’ Asy-Syatharaat : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
2.     إخماد البركان ورد الظلم والبهتان والخلط في مسائل الإيمان – oleh Abu ‘Aliy Muhammad bin ‘Aliy : bisa diunduh di sini [format PDF].
3.     ترك العمل وأثره في الإيمان – oleh Asy-Syaikh Dr. Ahmad bin Shaalih Az-Zahraaniy : bisa diunduh di sini [format PDF].
4.     نصب الراية في دراسة لفظة "لم يعملوا خيرًا قط" الواردة في حديث الشفاعة رواية ودراية – oleh Abu Mu’aadz Raaid Aalu Thaahir : bisa diunduh di sini [format PDF].
5.     إتحاف أهل الصدق والعرفان بكلام الشيخ ربيع في مسائل الإيمان – oleh Ahmad bin Yahyaa Az-Zahraaniy : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF]. Taqdiim dari Dr. ‘Abdullah Al-Bukhaariy bisa diunduh di sini [format PDF].
6.     تنوير الأرجاء بتحقيق مسائل الإيمان والكفر والإرجاء – oleh Masyaikh Yordan (Majalah Al-Ashalah) : bisa diunduh di sini [format PDF].
7.     تبرئة الإمام المُحَدِّثٍ من قول المرجئة المُحْدَث - oleh Asy-Syaikh Dr. Ibraahiim Ar-Ruhailiy : bisa diunduh di sini atau sini atau sini [format PDF].
8.     الأسئلة اليمنية (في مسائل الإيمان والتكفير – المنهجية -) من أجوبة العلامة مقبل بن هادي الوادعي رحمه الله – oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : dapat diunduh di sini [format PDF].
9.     الأسئلة الشامية (في مسائل الإيمان والتكفير –المنهجية-) – oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy & Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : dapat diunduh di sini [format PDF].
10.   الأسئلة القطرية (في مسائل الإيمان والتكفير –المنهجية -) من إجابات الإمام محمد بن صالح العثيمين– oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : dapat diunduh di sini [format PDF].
11.   الدرر المتلالئة بنقض الإمام العلامة محمد ناصر الدين الألباني فرية موافقته  - oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
12.   الرد البرهاني في الإنتصار للعلامة المحدث الإمام الشيخ محمد ناصر الدين الألباني - oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
13.   التعريف والتنبئة بتأصيلات الإمام الألباني في مسائل الإيمان والرد على المرجئة - oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
14.   الأجوبة المتلائمة على فتوى اللجنة الدائمة - oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : bisa diunduh di sini [format MS Word].
15.   التَّنْبِيهَاتُ الْمُتَوَائِمَةُ فِي نُصْرَةِ حَقِّ (الْأَجْوِبَةِ الْمُتَلائِمَةِ فِي الرَّدِّ عَلَى فَتْوَى اللَّجْنَةِ الدَّائِمَةِ) وَالنَّقْضِ عَلَى أَغَالِيطِ وَمُغَالَطَاتِ (رَفْعِ اللَّائِمَةِ...) - oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy : bisa diunduh di siniatau sini [format PDF].
16.   الحكم بغير ما أنزل الله - مناقشة تأصيلية علمية هادئة – oleh Asy-Syaikh Bundar bin Naayif Al-‘Utaibiy (taqdiim : Asy-Syaikh Muhammad bin Hasan bin ‘Abdirrahmaan Aalisy-Syaikh) : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF] atau sini atau sini [format MS Word].
17.   الحكم بغير ما أنزل الله وأصول التكفير – oleh Asy-Syaikh Dr. Khaalid Al-‘Anbariy (taqdiim : Asy-Syaikh Shaalih bin Ghaanim As-Sadlaan) : bisa diunduh di sini [format MS Word].
18.   قرة العيون في تصحيح أثر ابن عباس رضي الله عنه في تفسير قوله تعالى ((ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون)) – oleh Saliim bin ‘Ied Al-Hilaaliy : bisa diunduh di sini [format MS Word].
19.   البرهان المنير في دحض شبهات أهل التكفير والتفجير – oleh Asy-Syaikh Dr. ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Rais : dapat diunduh di sini [format MS Word].
20.   وجوب تطبيق الشريعة الإسلامية في كل عصر – oleh Asy-Syaikh Shaalih bin Ghaanim As-Sadlaan : dapat diunduh di sini [format PDF].
21.   كشف الأستار عما في تنظيم القاعدة من أفكار وأخطار – oleh ‘Umar Al-Bathuusyiy (taqriidh : Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Ubaikaan) : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
22.   تبديد كواشف العنيد في تكفيره لدولة التوحيد (رد على كتاب الكواشف الجلية في تكفير الدولة السعودية للمقدسي) – oleh Asy-Syaikh Dr. ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Rais : bisa diunduh di sini[format PDF] atau sini [format MS Word].
23.   خليص العباد من وحشية أبي القتاد الداعي إلى قتل النسوان وفلذات الأكباد – Asy-Syaikh ‘Abdul-Maalik Ar-Ramadlaaniy : bisa diunduh di sini atau sini atau sini [format PDF].
24.   فتنة التكفير - يليها فتاوى حول التكفير والحكم بغير ما أنزل الله – oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy & Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin & Asy-Syaikh Ibnu Jibriin (dikumpulkan oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy) : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
25.   التحذير من فتنة الغلو في التكفير  - oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy & Asy-Syaikh Ibnu Baaz & Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin (dikumpulkan oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy) : bisa diunduh di sini [format PDF].
26.   قضية التكفير بين أهل السنة وفرق الضلال – oleh Asy-Syaikh Sa’iid bin ‘Aliy bin Wahf Al-Qahthaaniy : bisa diunduh di sini atau sini atau sini [format PDF].
27.   موقف أهل السنة والجماعة من التكفير والإرجاء – oleh Asy-Syaikh Dr. Ibraahiim Ar-Ruhailiy : dapat diunduh di sini [format MS Word].
28.   الإلمام بشرح نواقض الإسلام – oleh Asy-Syaikh Dr. ‘Abdul-‘Aziiz Ar-Rais : dapat diunduh di sini atau sini [format PDF].
29.   الغلو في الدين في حياة المسلمين المعاصرة – oleh ‘Abdurrahmaan Al-Luwaihiq : dapat diunduh di sini atau sini atau sini [format PDF].
30.   الجهل بمسائل الاعتقاد وحكمه  - oleh ‘Abdurrazzaaq bin Thaahir Ma’aasy : bisa diunduh di sini atau sini [format PDF].
Insya Allah, jika ada yang baru akan saya perbaharui. Jika ada link yang rusak, mohon untuk memberitahukan di kolom komentar.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – dzulhijjah 1432 H].